Kamis, 19 Maret 2015

Ampana Ibukota Provinsi Sulawesi Timur


Bundaran Kota Ampana

Ide pembentukan Provinsi Sulawesi Timur terlepas dari Provinsi Sulawesi Tengah sudah lama diwacanakan tapi terbentur pada persyaratan yang diperlukan yaitu harus didukung minimal 5 kabupaten, sementara yang ada baru dua (kabupaten Poso dan Banggai). Mereka mengerti bahwa dengan pemekaran wilayah akan membuka kesempatan seluas-luasnya, menggali dan memanfaatkan potensi daerah dalam upaya peningkatan pembangunan demi kesejahteraan masyarakat. 

Berkat gerakan reformasi yang meruntuhkan rezim orde baru 1998 memberi peluang membuka keran pemekaran sehingga banyak daerah provinsi dan kabupaten di Indonesia mengalami pemekaran, termasuk di Sulawesi Tengah. Kabupaten yang pertama-tama mekar tahun 1999 ialah Poso melahirkan Kabupaten Morowali, Kabupaten Banggai Kepulauan dari Banggai dan Kabupaten Buol yang berpisah dari Tolitoli. 

Sejak lahirnya kembar 3 kabupaten tersebut, wacana pembentukan Provinsi Sultim menjadi marak dibicarakan dan mendapat respon dari masyarakat karena persyaratan yang diperlukan sudah terpenuhi (konon Buol mau bergabung dalam Sultim). Sebagai tindak lanjut ialah membentuk Tim Pemekaran yang mempersiapkan berkas administrasi kemudian meminta persetujuan dari eksekutif dan legislatif. Atas restu dan rekomendasi DPRD dan Gubernur Sulawesi Tengah (HB. Paliuju) disusunlah Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembentukan Provinsi Sulawesi Timur, selanjutnya dibawa ke DPR RI untuk dibahas. Saat disidangkan, anggota DPR Pusat tidak melanjutkan pembahasannya karena tidak ada ibukota provinsi yang pasti, Poso atau Luwuk. Untuk itu terpaksa di-pending sampai sekarang. Mereka menghindari peristiwa tidak terulang kembali seperti pada pembentukan Kabupaten Morowali dan Banggai Kepulauan karena persoalan ibukota. 

Dalam UU No. 51/1999 tentang pembentukan 3 kabupaten itu disebutkan, ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai. Selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 tahun, kedudukan ibukota dipindahkan ke Salakan. Selanjutnya, ibukota Kabupaten Morowali berkedudukan di Bungku. Sementara menunggu kesiapan prasarana dan sarana yang memadai, ibukota sementara ditetapkan di Kolonodale, dan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 5 tahun, ibukota Kabupaten Morowali yang definitif difungsikan. Ketika akan dipindahkan ibukota dua kabupaten ini terjadi ketegangan dan bentrok fisik diantara masyarakat dari kabupaten pemekaran tersebut. Oleh karena itu DPR RI tidak mau tergesa-gesa memutuskan/menetapkan RUU Pembentukan Provinsi Sultim sebelum adanya kesepakatan ibukota provinsi baru itu. 

Aspirasi dan harapan masyarakat untuk mewujudkan Sultim semakin kuat setelah terbitnya undang-undang pembentukan Kabupaten Tojo Unauna (2003), berikut Kabupaten Morowali Utara dan Kabupaten Banggai Laut (2013).  Berarti sudah 8 kabupaten pendukung, dan jika seandainya Poso dan Buol menarik diri, persyaratan tetap memungkinkan pembentukan suatu provinsi tersendiri. Yang menjadi kendala dan belum ada titik temunya selama 14 tahun ini ialah  karena ada dua kabupaten yang ngotot ingin menjadi ibukota Sultim yaitu Poso dan Banggai. Tarik menarik dua kabupaten ini didasari atas pemikiran dan argumentasi yang cendrung subyektif, Masyarakat Poso mengatakan bahwa Poso adalah bekas Kerajaan dan pernah menjadi pusat pemerintahan Sulawesi Tangah pada masa penjajahan, sedangkan masyarakat Banggai berkata wilayah Luwuk mengandung banyak potensi sumber daya alam berupa tambang migas, emas, nikel, batubara dan lain-lain yang dapat mendukung percepatan proses pembangunan daerah.

Ampana ibukota Sulawesi Timur 

Secara obyektif dan dilihat dari letak geografis, ibukota Sultim di Poso tidak pas karena relatif dekat (200 km) dari Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah sehingga masyarakat Banggai dan Morowali tidak merasa adanya upaya mendekatkan pelayanan di tingkat provinsi, demikian halnya kalau di Luwuk juga tidak tepat, malah masyarakat Bungku/Morowali tambah jauh (800 km) ke kota provinsi  karena harus memutar melewati Tentena – Pagimana.  Terlebih lagi karena areal/wilayah Luwuk sempit, dekat laut dan gunung tentunya sangat terbatas dikembangkan sebagai kota provinsi untuk jangka panjang ke depan. 

Berdasarkan kenyataan dan pertimbangan tersebut, maka penulis menawarkan solusi bahwa yang paling tepat dan strategis sebagai ibukota Provinsi Sulawesi Timur ialah AMPANA. Ampana, ibukota Kabupaten Tojo Unauna merupakan hamparan daratan yang cukup luas dan datar, jauh dari gunung. Posisi dan luasnya kurang lebih sama dengan wilayah kota Makassar Sulawesi Selatan. Bisa membangun sarana/prasarana dan dapat dikembangkan secara leluasa. Penulis teringat filosofi Walikota Makassar M. Dg. Patompo (th.1975). Dengan penuh semangat beliau mengatakan “Siapa menguasai Makassar berarti ia menguasai Indonesia bagian Timur .... Kota Makassar bagaikan Roti Diapon … makin ditekan makin melebar". Memang terbukti, Makassar sejak itu mengalami perkembangan pesat, melebar dan meluas sampai memasuki wilayah Kabupaten Maros.

Kalau Ampana dijadikan ibukota Provinsi Sulawesi Timur (Sultim), pusat pemerintahan dan perekonomian, bisa membangun berbagai sektor/infrastruktur secara bebas karena areanya luas dan datar ketimbang kalau ibukotanya di Luwuk, bahkan lapangan terbangnya bisa ditingkatkan menjadi bandara bertaraf internasional seperti daerah-daerah provinsi lainnya di Indonesia. Biarlah Poso dijadikan Kota Wisata dengan Danaunya dan Luwuk sebagai Kawasan Industri dan Pertambangan dengan sumber daya alamnya. Yang penting Provinsi Sulawesi Timur segera terwujud. Semoga !!! (Palu, 17 Maret 2015)