Jumat, 24 April 2015

Mengapa 2 Anak Cukup?



Keadaan kependudukan Indonesia di masa Orde Lama yang pronatalis adalah jumlahnya besar, pertumbuhannya tinggi, penyebaran tidak merata, kualitas yang rendah, kemiskinan merajalela dan keterbelakangan yang jauh dari negara-negara lain. Melihat ciri-ciri kependudukan seperti ini, maka pemerintah Orde Baru yang antinatalis membentuk lembaga /  Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melalui Keppres No. 8 tahun 1970. Keluarga Berencana (Family Planning) adalah salah satu ikhtiar manusia dalam mengatur kehamilan dengan tidak melawan hukum agama, undang-undang negara dan moral Pancasila. 

Dalam pelaksanaannya, Program Keluarga Berencana (KB), diarahkan pada dua sasaran, sasaran langsung dan tidak langsung. Sasaran langsung adalah mengajak masyarakat/Pasangan Usia Subur (PUS) menjadi peserta KB untuk mengatur jarak kehamilan dan kelahiran dengan menggunakan alat kontrasepsi secara berkesinambungan. Sementara sasaran tidak langsung ialah menjalin kemitraan dan komitmen dengan organisasi, instansi/institusi pemerintan dan swasta serta unit-unit terkait yang dapat memberikan kontribusi/dukungan terhadap proses pelembagaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS). 

Dengan program Kependudukan dan Keluarga Berencana, diharapkan pula pada suatu masa ke depan, akan terwujud apa yang dinamakan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Penduduk Tanpa Pertumbuhan. Untuk mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS), terlebih dahulu harus mencapai Total Fertility Rate (TFR), yaitu jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu selama masa suburnya, yang dalam hal ini TFR yang diharapkan adalah 2 (dua) lebih sedikit sebagai cadangan kematian, artinya sepasang atau sekelompok pasangan suami isteri hanya melahirkan 2,1 sampai 2,3 anak, misalnya ; dari 100 PUS hanya akan lahir 210 – 230 anak selama masa reproduksi pasangan tersebut.

Sebenarnya, kondisi seperti ini telah terjadi di beberapa wilayah pada dekade 1990-an dengan TFR pada kisaran 2,1 – 2.3, antara lain  Provinsi DI Yogyakarta, Jawa Timur, DKI Jakarta, Bali dan Provinsi Sulawesi Utara. Demikian halnya daerah-daerah lain, sudah banyak yang TFR nya kurang dari 3, dan sudah berada di ambang pintui era PTS. Tapi sayang, keberhasilan yang diraih setelah melalui perjuangan 30 tahun itu ambruk diterpa arus reformasi yang meruntuhkan rezim Orde Baru 1998, menyusul diceburkannya BKKBN Kabupaten/Kota dari vertikal masuk otonomi daerah 2003, visi misinyapun diganti dengan dalih melanggar HAM (Hak Azasi Manusia). Dampaknya pada meningkatnya TFR menjadi 3, 2; berarti setiap keluarga mempunyai anak 3 orang atau lebih.

Nantinya, setelah Total Fertility Rate (TFR) tercapai, upaya selanjutnya untuk mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) ialah terjadinya Net Reproduction Rate (NRR). Kondisi ini dapat diidentikkan dengan indikator Replacement Level; yakni banyaknya anak wanita yang dapat menggantikan ibunya pada generasi berikutnya, contoh ; kalau NRR = 2 berarti setiap wanita akan digantikan oleh 2 orang anak wanitanya. Sedangkan PTS akan terjadi jika NRR = 1 yaitu seorang atau sekelompok wanita akan digantikan oleh seorang atau sekelompok anak wanitanya dalam jumlah yang sama. Atau dengan kata lain bahwa NRR = 1 akan terjadi apabila rata-rata seorang wanita selama hidupnya hanya melahirkan satu orang anak wanita, dan anak wanita itu akan mencapai usia minimal seperti ibunya sewaktu ia dilahirkan. 

Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat difahami bahwa model Penduduk Tumbuh Seimbang (PTS) adalah kondisi kependudukan di suatu wilayah yang mana jumlah wanita pada suatu generasi digantikan oleh wanita dalam jumlah yang sama pada generasi berikutnya. Namun, karena seorang anak wanita yang akan menggantikan ibunya membutuhkan seorang laki-laki pengganti bapaknya (sebagai suami) agar jumlah penduduk tidak berkurang. Oleh karena itu setiap keluarga perlu memiliki 2 orang anak (catur warga).

Untuk mempertahankan kondisi kependudukan seperti itu dan mewujudkan Penduduk Tanpa Pertumbuhan (PTP) sebagai tujuan akhir Program KB, perlu didukung dengan tenaga pengelola/pelaksana yang profesional, khususnya tenaga lini lapangan. Petugas lapangan/Penyuluh KB (PLKB/PKB) sebagai pembina desa/kelurahan sangat besar peranannya dalam meningkatkan pencapaian akseptor KB dan pembinaannya agar mereka tetap menggunakan alat kontrasepsi secara lestari dan mandiri. Banyaknya anak bukan jaminan akan kebahagiaan dan kesejahteraan suatu keluarga, malah justru bisa jadi merepotkan kedua orang tua (jika tidak memiliki kesiapan yang memadai -ed). Untuk itu salah satu solusinya adalah menjadi peserta Keluarga Berencana (KB). Melalui program KB besar kemungkinan akan menikmati ketentraman, kebahagiaan dan kesejahteraan. Mengapa tidak? Dengan menjadi akseptor KB secara berkesinambungan, suami isteri dapat merencanakan dan menetapkan jumlah anak ideal yang diinginkan sesuai kemampuan ekonomi keluarga. Ayo ikut KB  ”2 Anak Cukup” laki-laki perempuan sama saja. 

Palu, 15 April 2015

Rabu, 08 April 2015

Makna Simbolis Adat Mappacci



Mappacci
Prosesi pernikahan suku Bugis dan suku-suku lain akan melalui 3 tahap, Pranikah, Aqadnikah dan Pascanikah. Salah satu acara pada Pranikah ialah Tudampenni (duduk malam) menyambut Aqadnikah keesokan harinya dengan mengundang tetangga, kerabat dan tokoh masyarakat. Acaranya ialah Mappacci/korontigi yaitu pemberian pacci kepada calon pengantin yang dalam bahasa Indonesia dinamai Pacar. Pacar bukan berarti menjalin kemesraan antara pria dengan wanita, tetapi pacar atau daun pacci (Lawsania alba) adalah sejenis tumbuhan yang pada mulanya hanya digunakan untuk pewarna merah/penghias kuku.


Bosara
Pacci yang dikaitkan dengan kata Paccing dalam bahasa Bugis berarti kebersihan dan kesucian. Karena daun pacci/daun pacar itu mempunyai karakter tersendiri dan dipakai sebagai simbol kesucian, maka pacci juga dijadikan isyarat kegadisan/keperawanan seorang wanita. Dengan demikian wanita remaja yang tidak orsinil lagi, menurut adat tidak musti dilaksanakan acara mappacci baginya. Mappacci menurut orang Bugis bermakna “Iyyanaritu gau ri pakke onroi nallari ade mancaji mabbiasa, tampu sennung-sennungeng ri nia’ akkatta madeceng  naiyya naletei pammasena Dewata Sewwae”


Pemberian pacci
Sebelum adat Mappacci dimulai, terlebih dahulu memilih orang yang akan memberikan pacci kepada calon mempelai. Dalam hal ini tidak boleh sembarang tunjuk, tapi dipilih dari mereka yang punya kedudukan/status sosial yang baik atau keluarga-keluarga dalam kehidupan rumah tangganya sakinah dan harmonis. Ini mengandung makna semoga calon pasangan itu bisa seperti mereka yang meletakkan pacci di telapak tangannya. Begitu juga penentuan jumlah personilnya disesuaikan dengan stratifikasi sosial calon mempelai, tidak boleh ikut-ikutan. Bagi golongan bangsawan tinggi (Datu/Andi) adalah Duakkasera (2 X 9) yaitu 9 pasang suami isteri, golongan bangsawan menengah (Petta/Daeng) Duappitu (2 X 7), 7 pasang suami isteri dan golongan awam cukup 1 X 9 atau 1 X 7 tanpa berpasangan.


Alat perlengkapan yang diperlukan ialah Bekkeng (piring logam/kuningan), daun pacci yang sudah dilumat dan dibentuk bulat, bantal, sarung 7 lembar, pucuk daun pisang, daun nangka 9 lembar, benno (biji jagung/beras yang disangrai hingga mekar), taibani/patti dari sarang lebah sebagai alat penerang diolah dengan cara memberi secarik kain atau kapas lalu dililit dengan patti sebagai sumbu (sekarang diganti dengan lilin). Peralatan tersebut ditata dengan posisi; bantal yang diatasnya tersusun 7 lembar sarung, daun pisang dan daun nangka. Di dekat bantal diletakkan bekkeng yang berisi pacci, benno, dan patti yang sudah dinyalakan. 


Sebelum dimulai, pemandu acara (MC) memimta calon pengantin menuju ke ruangan yang sudah disiapkan dan duduk di depan bantal, didampingi ibu bapak atau keluarga dekatnya, Selanjutnya, MC mempersilahkan mereka secara bergilir yang sudah terpilih. Pertama ia mengambil 2 butir pacci di bekkeng lalu diletakkan dan dipijit-pijit di telapak tangan kanan dan kiri calon mempelai disertai doa (dalam hati) semoga calon ini akan hidup bahagia sejahtera dan selamat dunia akhirat. Seusai itu mereka disuguhkan daun sirih (sekarang diganti dengan rokok atau cindra mata) sebagai tanda terima kasih.


Selama acara berlangsung, Indo Botting (orang tua/kerabat) calon mempelai sekali-sekali menghamburkan benno ke arah yang sedang Mappacci (kurang bermakna kalau hanya menggunakan beras kuning). Setelah semua dapat giliran, pemandu acara mempersilahkan hadirin mencicipi kue-kue tradisional yang telah dihidangkan dalam bosara.


Makna Simbol-Simbol pada acara Adat Mappacci


Setiap simbol yang digunakan dalam acara Mappacci mengandung makna filosofi dan Doa, 


  1. Daun Pacci yang sudah dihaluskan dan dibentuk bulat sebagai simbol kesucian, menandakan bahwa calon pasangan  sudah suci dan lembut hatinya, tekadnya sudah bulat memasuki jenjang rumah tangga. (tidak bermakna kalau hanya menggunakan Daun Pacci dalam keadaan utuh tanpa diproses).
  2. Bekkeng tempat pacci melambangkan 2 insan yang menyatu dalam satu wadah sebagai suami isteri. Semoga pasangan ini tetap harmonis dan lestari hingga ajal menjemputnya.
  3. Bantal sebagai pengalas kepala, sementara kepala adalah bagian paling mulia bagi manusia. Berarti  melambangkan kehormatan dan kemuliaan. Untuk itu calon pengantin diharap senantiasa menjaga harkat dan martabatnya dan saling menghargai.
  4. Sarung 7 lembar, sarung diidentikkan dengan kesusilaan, 7 lembar diartikan 7 hari seminggu menunjukkankan kewajiban, tugas pokok dan fungsi suami isteri harus dijalan kan setiap hari. Suatu ungkapan buat laki-laki, jangan kawin kalau belum mampu mengelilingi dapurmu 7 X sehari.
  5. Pucuk Daun Pisang sebagai simbol kehidupan berkesinambungan. Salah satu sifat alami pisang ialah tidak mati sebelum muncul tunasnya, daun tua belum layu daun muda sudah muncul. Hal ini selaras dengan tujuan pernikahan yang akan melahirkan keturunan.  Dengan simbol ini semoga pernikahan mereka akan seperti karakter pisang.
  6. Daun Nangka 9 lembar dimaknai sebagai suatu harapan optimal. Menurut bahasa Bugis, Nangka dinamai Panasa, beda-beda tipis dengan sebutan Minasa yang berarti cita-cita. 9, menunjukkan angka tertinggi. Kiranya keluarga baru ini punya motivasi kerja keras untuk menggapai cita-cita secara optimal.
  7. Taibani/Patti yang dinyalakan sebagai pelita dapat diartikan calon pasangan akan mampu menerangi rumah tangganya secara bersama-sama dan melahirkan keturunan yang berkualitas, seperti halnya Lebah yang berkerja sama  membuat sarang dan menghasilkan madu yang sangat berkhasiat (kurang khidmat kalau hanya pakai lilin).
  8. Benno, mengandung harapan semoga anak cucu Adam yang akan membentuk keluarga baru  senantiasa  mengalami peningkatan sebagaimana sebiji jagung atau beras yang tadinya kecil menjadi besar setelah melalui proses penggorengan/sangrai.

Itulah sekilas tata cara dan makna yang terkandung dari simbol-simbol pada acara Mappacci suku Bugis yang mendekati keasliannya. Adat ini telah membudaya, diwariskan turun temurun sejak sebelum Islam. Setelah agama Islam masuk dan melembaga di Sulawesi abad ke-17, tradisi ini tetap dipertahankan, namun mengalami sinkretisme dan akulturasi (berbaur) dengan budaya Islam. Pembauran itu terlihat dengan adanya kegiatan Mappanre temme (khatam Qur’an) dan pembacaan Barazanji sebelum acara Mappacci. Nanti sampai pada bacaan syair Barazanji “Asrakal Badrun Alaina” baru MC mempersilahkan orang yang telah ditunjuk  memulai pemberian pacci kepada calon mempelai. Jadi, khatam Qur’an dan pembacaan Barazanji bukan saat akan Aqadnikah seperti yang kita saksikan selama ini. Kiranya adat istiadat ini tetap dilestarikan,  simbol-simbol  tidak banyak direkayasa dan dimodifikasi sehingga menghilangkan makna hakiki dari adat Mappacci.

Palu, 30 Maret 2015

Membumikan Sembelihan Qurban

Iklan yang mengajak untuk berqurban
Secara harfiah qurban berasal dari kata Qaruba artinya “dekat”, kemudian berubah menjadi kata benda dan kata sifat yang bermakna sesuatu yang dijadikan tanda bukti mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara menyerahkan hewan ternak untuk disembelih. Penyembelihan hewan ternak berawal dari mimpi Nabi Ibrahim a.s. yang diperintah untuk menyembelih Ismail, mimpi yang terjadi di malam ke-8, ke-9 dan ke-10 Dzulhijjah itu, Ibrahim meyakininya sebagai perintah Allah yang wajib dilaksanakan. Namun sebelumnya ia harus menyampaikannya terlebih dahulu kepada anak satu-satunya itu, ternyata Ismail tidak keberatan malah ia mempersilakan ayahnya melaksanakan apa yang diperintahkan.

Saat Ibrahim merebahkan tubuh Ismail dan meletakkan pisau di lehernya, tiba-tiba malaikat datang menggantinya dengan seekor kibas sejenis kambing, leher kibas itulah yang terpotong. Lakon ini bukan legenda, bukan mitos, bukan pula cerita fiktif ala sinetron, tetapi kisah nyata yang tidak perlu diragukan kebenarannya. Hal ini dapat dibaca dalam Alquran surah Ash-Shaffah ayat 102-108. Peristiwa 50 abad yang silam inilah kemudian dijadikan dasar bagi umat Muhammad, umat Islam untuk menyembelih binatang ternak setiap bulan Dzulhijjah sebagai ibadah qurban mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Tentang keutamaan qurban, Nabi Muhammad SAW mengatakan “Setiap lembar bulu binatang qurban terdapat kebaikan”(HR. Ibnu Majah). Sanggupkah kita menghitung bulu kambing dan bulu sapi? Tentunya tidak sanggup. Itulah kebaikan/pahala yang diperoleh dari ibadah qurban. Selanjutnya sabda Rasulullah SAW “Tidak ada amalan anak cucu Adam yang lebih dicintai Allah saat Idul Adha selain menyembelih hewan qurban

Walaupun hukumnya sunnat (muakkad), namun ancamannya sangat mengerikan. Kata beliau “Orang yang mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk berqurban, tapi tidak melaksanakannya, maka bukanlah ia termasuk yang mengikuti sunnahku” (HR. Ibnu Majah). Beliau juga menyindir dengan sabdanya “Siapa yang mampu dan punya kesempatan, lalu tidak melaksanakan qurban, maka janganlah ia mendekati mushallah tempat kami shalat” (HR. Imam Ahmad)

Memang terasa berat dan tidak mampu bila nanti menjelang lebaran haji baru mau melaksanakan qurban karena tidak direncanakan sebelumnya. Sebenarnya orang yang mempunyai pekerjaan tetap dengan penghasilan lebih dari kebutuhan sehari-hari ia tergolong mampu berqurban setiap tahun. Resepnya ialah penghasilan yang diperoleh (PNS, TNI/Polri, petani, pedagang, dll) disisihkan sebagian selama 10-12 bulan. Kalau harga seekor kambing misalnya Rp 1 juta/ekor, berarti hanya menabung Rp 100.000/bulan. Demikian juga untuk seekor sapi dengan harga Rp 7 juta. Sebab seekor sapi boleh patungan 7 orang/keluarga. Rp 100.000/bulan barangkali tidak terlalu berat bila didorong oleh niat dan rasa syukur atas nikmat rezki yang diberikan Allah selama ini. Apalagi kita simak firman Allah SWT “Sesungguhnya Kami (Allah) telah memberikan nikmat yang banyak, karena itu hendaklah melaksanakan shalat dan menyembelih hewan (qurban) karena Tuhanmu” (Q.S. Al-Kautsar : 1-2)

Kalau kita mulai menabung di bulan Muharram 1434 nanti, Insya Allah bulan Dzulhijjah saat Idul Adha tahun depan kita akan melaksanakan penyembelihan hewan qurban dengan prinsip dagingnya untuk orang lain, pahalanya untuk kita yang berqurban. Apabila kaum muslimin yang mempunyai pekerjaan tetap dengan penghasilan lebih dari cukup semuanya memasang niat dan berupaya mengikuti resep seperti tersebut diatas, pasti jumlah hewan qurban akan bertambah banyak di tahun-tahun yang akan datang. Apakah disembelih dan dagingnya dibagikan dilingkungan sendiri atau diserahkan kepada Panitia Hari-hari Besar Islam (PHBI) kabupaten/kota.

Akhirnya, selamat menyambut hari Raya Idul Adha, Idul Qurban 1433/2012, mari kita tumbuhkan semangat berqurban, kita membudayakan dan Membumikan sembelihan qurban di kalangan masyarakat muslim dengan cara menyisihkan sebagian rezki yang Allah berikan kepada kita, semoga!

Palu, 6 Dzulhijah 1433/22 Oktober 2012

Tinombo Titik Khatulistiwa

Tugu Khatulistiwa Tinombo
I. Sekilas tentang Khatulistiwa

Garis khatulistiwa membentang melingkar ditengah-tengah dan membelah bumi dua bagian yang sama yaitu belahan utara dan belahan selatan. Garis Khatulistiwa ini melewati 5 negara di benua Afrika (Zaire, Gabon, Kenya, Somalia dan Uganda). Di Amerika 4 negara (Brazil, Equador, Peru, Colombia). Di Indonesia 7 Provinsi (Sumatra Barat, Riau, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Papua dan Sulawesi Tengah).


Dalam tata surya, matahari mengalami apa yang disebut kulminasi atau ekinoks, yaitu matahari tepat berada di wilayah khatulistiwa. Dalam kurun waktu 12 bulan terjadi 2 kali ekinoks (Maret dan September). Terjadinya ekinoks merupakan akibat dari gerak semu mata hari (seolah-olah matahari bergerak sepanjang tahun). Pada tanggai 21 Juni, matahari berada di belahan bumi utara dan tanggal 23 September matahari tepat di garis khatulistiwa. Selanjutnya, 22 Desember bergeser ke posisi belahan selatan dan 21 Maret matahari kembali ke kawasan khatulistiwa. Setiap 21 Maret dan 23 September seperti hari Minggu kemarin, orang dalam keadaan berdiri di Tinombo, di Palu dan sekityarnya dapat menyaksikan pada pukul 12.00 dimana matahari berada persis diatas kepala sehingga bayang-bayang kita hampir tidak ada, beda pada bulan-bulan lain.

Terjadinya gerak semu disebabkan bumi mengalami dua gerakan sekaligus, yakni berotasi pada sumbunya dan berevolusi terhadap matahari. Sumbu rotasi bumi tidak tegak lurus terhadap sumbu evolusi, tapi memiliki kemiringan 23,5 derajat. Karena itu bagian bumi yang diterangi matahari berbeda-beda selama setahun. Maret hingga September lebih banyak menerangi bumi belahan utara daripada selatan, kemudian September sampai Maret terjadi sebaliknya. Dengan kemiringan ini pula penyebab terjadinya perubahan posisi hilal (bulan Sabit) awal Ramadhan/Syawal setiap tahun yang memicu perbedaan saat memulai berpuasa atau berlebaran.

Gerak semu juga berakibat terbentuknya 4 musim, yaitu musim dingin, gugur, semi dan musim panas. Saat terjadi ekinoks (matahari berada di garis khatulistiwa), siang dan malam sama panjangnya di seluruh permukaan bumi. Olehnya itu orang yang hidup di wilayah khatulistiwa, termasuk di Tinombo Sulawesi Tengah siang dan malam sama lamanya (12 Jam) kalaupun ada selisih paling 5- 20 menit. Beda dengan yang tinggal di kawasan utara atau selatan. Di musim dingin, orang Eropa merasa malam lebih panjang daripada siang, sementara orang Australia merasa siang lebih lama, bahkan di bagian kutub (utara/selatan) kadang-kadang matahari hanya nampak beberapa jam lalu terbenam lagi.

Khusus di Indonesia, karena ekinoks terjadi dua kali (Maret dan September), akibatnya negeri kita yang dilalui garis khatulistiwa menerima energi matahari yang melimpah sepanjang tahun. Energi panas ini bermanfaat untuk menggerakkan atmosfer secara global keseluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara khatulistiwa yang nenjadi pusat pertumbuhan awan dan pembentukan hujan seluruh dunia, makanya ia berpotensi memiliki curah hujan yang tinggi. Tiga negara khatulistiwa yang atmosfernya mengalami proses pemanasan dan pembentukan awan yang sangat aktif ialah Indonesia, Afrika Tengah dan Amerika Selatan.
Karena Indonesia berada di antara dua benua dan dua samudra menjadi pemicu ter bentuknya angin musiman yang menyebabkan terjadinya dua musim, yaitu kemarau dan musim hujan. Selain itu, ekinoks juga berpengaruh langsung pada pola curah hujan yang berbeda dengan curah hujan di daerah lain yang tidak dilalui garis khatulistiwa.

II. Tugu Khatulistiwa Tinombo
 
Titik khatulistiwa di Sulawesi Tengah berada di Desa Siney, Kecamatan Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong sekitar 160 Km sebelah utara Palu, ibukota Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk menandai titik ini, maka dibangunlah suatu monumen/tugu dengan ketinggian 7 meter dari permukaan tanah. Menurut Petrus, S.Pd (guru SMPN Torue), Monumen itu dibangun tahun 1996 dan diresmikan oleh wakil Presiden Try Soetrisno pada tahun itu juga. Sebenarnya, bangunan tugu khatulistiwa tersebut bukan untuk pertama kalinya karena sudah pernah dibuat sebelumnya oleh pemerintah Belanda seputar tahun 1920-an kira-kira hampir bersamaan dengan pembangunan tugu/monumen khatulistiwa di Pontianak Provinsi Kalimantan Barat tahun 1928.


Sebelum merenovasi tugu bikinan Belanda itu terlebih dahulu dilakukan pengukuran dengan cermat di lokasi tugu. Secara satelit, ternyata ada perbedaan dari posisi asli. Hal ini terjadi karena faktor akurasi, alat dan cara yang digunakan pada waktu itu. Dengan demikian bangunan tugu yang baru harus bergeser sekitar 300 meter dari bangunan lama.

Mengakhiri tulisan ini, penulis mengajak masyarakat dan Pemda Kabupaten Moutong kiranya bangunan Tugu/Momumen Katulistiwa itu dapat dipelihara dan dilestarikan keberadaannya sebagai aset daerah yang unik dan sangat berharga. Hanya 10 negara di dunia dan tujuh provinsi di Indonesia yang dilewati garis khatulistiwa. Bahkan, sebaiknya area Monumen di desa Siney Tinombo ini dapat dikelola untuk dijadikan salah satu obyek wisata di kawasan Teluk Tomini. Dengan pengelolaan yang profesional akan mengundang wisatawan domestik dan mancanegara sehingga penduduk setempat dapat meningkat kesejahteraanya dari hasil penjualan makanan/minuman plus souvenir khas Sulawesi Tengah. Himbauan ini diilhami dari hasil tur penulis ke Tugu Khatulistiwa Pontianak Kalimantan Barat beberapa waktu yang lalu.

Palu, 23 September 2012

Air Zamzam, Keunikan dan Khasiatnya

Sumur Zamzam di Kota Mekah
Air Zamzam merupakan salah satu mu’jizat yang menunjukkan kemuliaan Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan Nabi Ismail. “Sebaik-baik air yang ada di permukaan bumi adalah air   zamzam,  di dalamnya terdapat makanan lezat dan penyembuh berbagai penyakit” (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban).

I. Asal Mula Air Zamzam

Atas perintah Allah SWT,  Nabi Ibrahim meninggalkan isteri bersama bayinya (Hajar dan Ismail) di Mekkah. Beberapa hari kemudian, Hajar kehabisan makanan dan minuman. Lalu ia naik ke bukit Shafa dengan harapan ada orang yang dapat membantunya, namun tidak seorangpun yang ditemuinya. Kemudian pergi ke bukit Marwa dengan harapan serupa, tapi ia menemui hal yang sama.

Siti Hajar tidak terhenti sampai disitu, ia balik lagi ke Shafa karena melihat sepertinya ada air, ternyata bukan air tetapi fatamorgana sebagai pantulan terik panasnya matahari pada bukit batu yang gundul. Demikian pula saat berada di Shafa ia melihat seakan-akan  ada air di Marwa. Ia bolak balik beberapa kali Shafa – Marwa. Pada putaran ke-7, Hajar mendengar suara lalu ia pergi kearah suara tersebut, ternyata ada air memancar dekat bagian kaki bayi Ismail disisi ka’bah (sekarang Hijr Ismail). Desir gemercik pancaran air itu berbunyi “Zamzam”. Itulah sebabnya dinamai Air Zamzam. Dengan air itu Hajar meminumnya sehingga dapat menyusui bayinya yang tadinya ASI (Air Susunya) mengering karena lapar dan haus.

Dari sumber air zamzam itu lalu diadakan penggalian hingga kedalaman 30 meter dan dipasangi pompa sehingga dapat mengeluarkan air 40.000 liter/jam dan disalurkan ke bak penampungan dengan kapasitas 15 juta liter. Dari bak ini disalurkan ke berbagai tempat di area Masjidil Haram dan sekitarnya. Dulu ada tempat minum air zamzam di atas sumur, tapi sudah dibongkar dan dipindahkan guna memperluas lokasi thawaf.  Di tempat  minum ini ada 350 kran air. Keberadaan kran ini, para jamaah haji/umrah bisa langsung minum disitu, boleh dibawa ke dalam masjid atau dibawa ke hotel tempat jamaah haji/umrah menginap.

II. Keunikan  Air  Zamzam

Dalam berbagai penelitian menemukan bahwa air zamzam memiliki keunikan dalam alamiah dan kimiawinya. Ia adalah air berkarbonasi yang tajam dan kaya akan unsur-unsur kimia yang bermanfaat bagi tubuh manusia. Setiap komposisi dari sekian banyak komposisi kimia masing-masing mempunyai peran yang penting dalam meningkatkan vitalitas sel-sel  tubuh manusia. Kandungan air zamzam juga sangat kaya dengan zat besi yang lazimnya hanya ada pada sayur mayur yang hijau. Kalau direbus lebih lambat mendidih di banding dengan air biasa.

Berikut pengujian yang dilakukan oleh Fakultas MIPA Unhas Makassar menyimpulkan bahwa air zamzam adalah sangat steril. Seandainya diambil dan disimpan pada alat yang bersih (steril), air zamzam dapat digunakan membersihkan luka pasca operasi. Hal ini diperkuat dengan kisah ketika Nabi Muhammad SAW akan di Isra’ Mi’rajkan. Beliau terlebih dahulu menjalani operasi Bedah Dada (Syaqqus Shadri). Usai operasi malaikat Jibril hanya membersihkannya dengan air zamzam.


Sekaitan dengan pengujian tersebut, penulis juga punya pengamatan terhadap air zamzam yang masih tersisa sampai sekarang yang dibawa oleh isteri (Dahlia) dari Mekah tahun 2005 (sudah 7 tahun). Air itu masih awet/utuh, tidak berubah warna dan rasa, tidak bau dan masih aman diminum. Tidak seperti air lokal, baru 1 – 2 minggu sudah berbau, berkuman bahkan sudah berulat dan tidak layak lagi dikonsumsi.

III. Khasiat  Air  Zamzam

Kalau Dr. Masaru Emoto dari Jepang menemukan adanya hubungan interaktif antara air dengan informasi dan ungkapan/doa yang diperdengarkan oleh seseorang sehingga air itu berkristal serta memberi efek energi untuk menyembuhkan penyakit, tapi air zamzam lebih dahsyat lagi karena tanpa ungkapan kata-kata pun ia dapat memberi efek/ pengaruh sesuai niat dalam hati seseorang ketika meminumnya. Sabda Rasulullah saw “Air Zamzam akan selalu bersama maksud orang yang meminumnya. Jika diminum dengan mengharapkan kesembuhan, maka Allah akan memberi kesembuhan, jika mengharap perlindungan, Allah akan memberi perlindungan, jika diminum untuk mengenyangkan, Allah akan memberi kenyang dan jika hanya diminum untuk menghilangkan dahaga, maka Allah akan menghilangkan rasa hausnya”  (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

Menurut Khalid God, air zamzam mempunyai kandungan 30 unsur, banyak penyakit yang dapat disembuhkan dengan air zamzam, bahkan pasien yang secara medis tidak dapat disembuhkan, tapi berkat air zamzam penyakitnya sembuh dengan izin Allah Swt.

Sebuah kisah nyata dari seorang yang sudah 10 tahun mengalami gagal ginjal yang harus cuci darah 2 kali seminggu. Meski demikian ia tetap ingin menunaikan ibadah haji. Dokter langganannya menyarankan agar mengurungkan niatnya karena khawatir pelayanan kesehatan disana tidak maksimal sehingga bisa fatal. Namun laki-laki yang barusia 50 tahun itu nekad berangkat dengan penuh kepasrahan.

Sesampai di Mekah sebelum aktivitas ibadah, ia terlebih dahulu ke RS untuk cuci darah. Setelah itu baru fokus/khusu’ beribadah dan berdoa dengan mengambil posisi berhadapan langsung Ka’bah sambil sesekali meneguk air zamzam yang diambilnya dari kran-kran. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba ia merasa segar dan kuat sehingga tidak mau lagi cuci darah walau keluarga yang menyertainya tetap mendesaknya. Sepulang dari tanah suci ia menceritakan kepada dokternya tentang kondisi kesehatannya yang tidak perlu lagi cuci darah. Sang dokter sangat terheran-heran mendengar testimoni pasiennya itu.

Mengakhiri tulisan ini, penulis mengingatkan kepada calon jamaah haji atau umrah kiranya dapat memanfaatkan air zamzam secara maksimal, khususnya bagi yang mengidap penyakit selama ini. Mudah-mudahan keberangkatannya ke tanah suci selain mendapat haji mabrur juga gangguan kesehatannya dapat hilang dengan perantaraan air zamzam, Amien!

Palu, 10  September 2012

Sembelihan Hewan Ternak

Dikalangan komunitas muslim dikenal tiga jenis sembelihan hewan dan sering dilakukan pada waktu-waktu tertentu yaitu sembelihan Qurban, Aqiqah dan Doa Tahlilan.

I. Penyembelihan hewan Qurban berawal dari mimpi Nabi Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya, Ismail. Mimpi ini lalu disampaikan kepada anaknya, ternyata Ismail tidak keberatan. Saat Ibrahim merebahkan dan meletakkan pisau di leher Ismail, tiba-tiba datang malaikat menggantinya dengan seekor kibas sejenis kambing, leher kibas itulah yang terpotong.
Kisah ini bukan legendaris, bukan mitos, bukan pula cerita fiktif seperti sinetron, tetapi kisah nyata yang tidak perlu diperdebatkan (Q.S.Ash-Shaffat : 102-108). Peristiwa inilah yang menjadi dasar disyariatkannya menyembelih hewan ternak setiap Hari Raya Idhul Adha. Tentang keutamaan Qurban, Nabi Muhammad SAW mengatakan“Setiap lembar bulu hewan qurban terdapat kebaikan” (HR. Ibnu Majah). Walaupun hukumnya sunat, namun ancaman nya sangat mengerikan, sabda Rasulullah “Orang yang mempunyai kemampuan dan kesempatan untuk berqurban tapi tidak melaksanakannya, maka bukanlah ia termasuk yang mengikuti sunnahku” (HR. Ibnu Majah).
Memang terasa tidak mampu berqurban jika nanti menjelang lebaran haji baru direncanakan karena tidak diniatkan sebelumnya. Sebenarnya, orang yang mempunyai pekerjaan tetap dengan penghasilan lebih dari kebutuhan sehari-hari, tergolong mampu berqurban setiap tahun. Caranya adalah penghasilan yang diperoleh disisihkan sebagian selama 10-12 bulan. Kalau harga kambing misalnya Rp 1 juta/ekor, berarti hanya menabung Rp 100 ribu/ bulan, demikian juga untuk seekor sapi dengan harga Rp 7 juta, sebab seekor sapi boleh patungan 7 orang/keluarga. Kalau kita mulai menabung di bulan Muharam 1433, Insya Allah bulan Dzulhijah saat Idul Adha kita akan melaksanakan penyembelihan hewan qurban dengan prinsip “Dagingnya untuk orang lain, pahalanya untuk kita yang berqurban
 

II. Selain sembelihan Qurban, ada juga sembelihan Aqiqah. Secara syar’i, Aqiqah bermakna rangkaian acara syukuran atas kelahiran seorang anak. Sabda Nabi SAW “Anak itu tergadai dengan aqiqahnya, maka sembelihlah hewan untuknya pada hari ketujuh, gunting rambutnya dan beri dia nama”. Selanjutnya Aisyah r,a meriwayatkan “Rasulullah memerintahkan kepada kami supaya menyembelih untuk aqiqah 2 ekor kambing buat anak laki-laki dan seekor jika perempuan
Pelaksanaan aqiqah/gunting rambut dianjurkan pada hari ke-7 pasca persalinan. Bila belum sempat boleh pada hari ke-14 atau ke-21 harinya. Penundaan ini bukan karena faktor kurang biaya. Adalah tidak tepat jika penundaan itu karena alasan belum ada biaya, sebab kenapa tidak dipersiapkan sebelumnya. Dana sudah bisa diperkirakan sejak isteri mengalami ngidam sebagai awal kehamilan. Kalau masa kehamilan 9 bulan, maka ada 9 bulan kesem-patan menabung untuk biaya aqiqah. Dengan demikian begitu isteri melahirkan, langsung ditentukan hari H nya. Namun jika sudah diupayakan sedemikian rupa ternyata belum juga mampu membeli kambing, ya . . laksanakan saja aqiqah itu sesuai kemampuan saat bayi lahir, jangan diabaikan dan jangan dibiarkan anak tergadai sampai usia remaja/dewasa.


III. Berbeda dengan sembelihan Qurban dan Aqiqah, sudah ditentukan jumlah minimal hewan yang akan disembelih. Namun sembelihan untuk Doa Tahlil tidak ada standar minimal /maksimalnya, tergantung kemampuan dan jumlah orang yang akan diundang. Kalau almarhum meninggalkan banyak harta, boleh saja ahli warisnya memotong lebih dari 1 ekor kambing atau sapi, tapi keluarga yang kurang mampu cukup beli daging kiloan, bahkan ada orang yang tidak mementingkan acara dan penyembelian seperti itu meski ia mampu. Acara yang telah membudaya ini biasanya dilaksanakan pada hari ke-7 / ke-40 wafatnya orang itu.


Dalam suasana duka pada acara yang tidak direncanakan itu perlu dibantu dalam bentuk materi/uang apakah sebelum acara atau saat menghadiri undangan. Beda dengan Qurban, aqiqah, Aqad Nikah dan acara syukuran lainnya telah dipersiapkan sebelumnya, makanya mereka tidak terlalu butuh bantuan materi.


Nabi Muhammad SAW menganjurkan menghibur dan membantu meringankan beban keluarga yang meninggal dunia. Sabda beliau “Buatkan makanan untuk keluarga Jafar karena mereka ditimpa musibah dengan kematian anggota keluarganya” (Kitab Shahibul Jami’). Wallahu A’lam!


Palu, 1 November 2011/05 Dzulhijjah 1432

83 Tahun Sumpah Pemuda

Suasana Kongres Pemuda II
Kebangkitan Nasional di Indonesia ditandai dengan berdirinya Perkumpulan “Budi Utomo” pada 1908, 103 tahun yang lalu, disusul munculnya berbagai organisasi massa dan Partai Politik serta tidak ketinggalan Perkumpulan pemuda, pelajar dan mahasiswa.

Kongres Pemuda Indonesia I, 1926

Meski kelompok-kelompok tersebut sudah terorganisasi dengan baik, namun perjuangan mereka merebut kemerdekaan belum efektif karena masih bersifat kesukuan dan kedaerahan. Tidak ada hubungan kerjasama, mereka berdiri sendiri-sendiri dan berjuang di daerah masing-masing. Melihat corak pergerakan seperti itu, para pemuda khususnya yang kuliah di STOVIA (sekarang UI) mencoba merangkul organisasi pemuda yang ada di daerah guna mencari bentuk perjuangan yang lebih efektif dan ampuh.
 

Untuk maksud tersbut, mereka mengundang wakil-wakil dari perkumpulan pemuda, pelajar dan mahasiswa yang tergabung dalam Jong Java, Jong Sumatra, Jong Sulawesi, Jong Ambon dan lain-lain. Mereka lalu menggelar pertemuan (Kongres) tanggal 30 April – 2 Mei 1926 di Jakarta. Inti dari Kongres Pemuda Indonesia ini ialah menyamakan persepsi tentang Indonesia serta menanamkan jiwa dan semangat persatuan.
 

Ada tiga agenda pokok yang dibahas dalam Kongres pertama ini, yakni; 1.Cita-cita satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa.2. Kedudukan wanita dalam masyarakat Indonesia.3. Peranan agama dalam gerakan persatuan nasional. Dari ketiga pembahasan tersebut peserta kongres mengeluarkan Resolusi (Ikrar) tentang kehendak mewujudkan, Satu Bangsa, Satu Nusa dan Satu Bahasa di nusantara Indonesia.
 

Kongres Pemuda II, 1928
 
Untuk menindaklanjuti semangat persatuan serta mengokohkan rumusan Resolusi yang disepakati pada kongres pertama, maka pemuda kembali menggelar Kongres tahun 1928. Ratusan orang yang hadir dalam rapat akbar ini, bukan hanya putra putri dari berbagai daerah, tetapi juga para pemimpin partai, pelopor pergerakan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan tidak terkecuali wakil pemerintah Belanda.
 

Sebelum acara dibuka, Soegondo sebagai Ketua Panitia memberikan kesempatan kepada W.R. Soepratman untuk menyanyikan gubahan lagu Indonesia Raya yang telah dipersiapkan. Tapi Irama lagu yang diperdengarkan untuk pertama kalinya itu hanya berupa instrumentalia gesekan tali biolanya tanpa syair demi menghindari insiden dari polisi Belanda yang mengawasi jalannya kongres.
Kongres yang berlangsung 27-28 Oktober 1928 ini, menampilkan beberapa pembicara antara lain Moh. Yamin (Prof. Dr.). Moh.Yamin dalam ceramahnya menyampaikan bahwa ada 5 (lima) faktor untuk menempa persatuan bangsa Indonesia, yakni faktor sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan dan kemauan. Tentang persatuan dijelaskan bahwa cita-cita hendak bersatu bukanlah hasil pemikiran pemimpin Indonesia saat ini, tetapi telah merupakan kemauan yang sudah beratus-ratus tahun lamanya. Menurut sejarah, Indonesia pernah dua kali terdapat persatuan, yaitu pada zaman kebesaran Sriwijaya dan kerajaan Majapahit, tetapi kedua kerajaan tersebut runtuh karena dasarnya tidak kuat. Karena itu harus menetapkan dasar yang kuat lewat kongres ini agar persatuan itu kekal abadi.
Setelah menyimak pidato yang disampaikan oleh para pembicara, akhirnya peserta kongres memutuskan dan menetapkan rumusan Resolusi pada kongres pemuda pertama, yakni : I. Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia. II. Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. III. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Resolusi/Ikrar inilah kemudian dinamai “SUMPAH PEMUDA” yang menjiwai pergerakan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945.


Kiranya semangat Sumpah Pemuda 1928 dapat dipertahankan. Jangan sampai kita bercerai berai karena adanya provokasi dari sekelompok orang yang hendak merusak sendi-sendi persatuan. Ketahuilah wahai pemuda/mahasiswa bahwa tidak semua unjuk rasa yang dilakukan atas nama rakyat disenangi masyarakat, malah justru sebaliknya, mereka kesal dan jengkel. Apalagi demo/unjukrasa itu menjadikan kemacetan lalulintas, anarkis, dan meresahkan masyarakat. Yakinlah bahwa anda adalah Pemuda hari ini, Pemimpin di hari esok. Bekali diri dengan pengetahuan, keterampilan dan kepribadian yang luhur untuk menjadikan Indonesia negara yang maju dan sejahtera di masa depan. Semoga!


Palu, 28 Oktober 2011

Jalan-Jalan ke Gua Hira

Gua Hira di Mekah
Menjelang keberangkatan Calon Jamaah Haji Indonesia ke Tanah Suci Mekkah tahun 1432/ 2011, ada baiknya diketahui bahwa salah satu obyek ziarah yang perlu dikunjungi ialah Gua Hira, tempat turunnya Al-Qur’an yang pertama. Para pengelola Yayasan Bimbingan Ibadah Haji Indonesia semestinya memprogramkan bahkan memprioritaskan dan memfasilitasi jamaahnya mengantar menziarahi Gua Hira tersebut.


Gua Hira berada disebuah bukit yang terletak 5 km sebelah Utara Ka’bah atau di sebelah kiri jalan yang dilalui ketika berangkat dari Masjidil Haram ke Padang Arafah. Gua inilah yang di tempati Muhammad Al-Amin berkhalwat (bertahannuts) menjauhkan diri dari keramaian kota Mekkah pada setiap bulan Ramadhan sebelum kenabiannya. Bukit dimana Gua itu berada kemudian lebih dikenal dengan nama “Jabal Nur” artinya Bukit Cahaya, karena di situlah terpancarnya cahaya Al-Qur’an pertama yang di turunkan Allah SWT dari Lauhem Mahfudz melalui Malaikat Jibril kepada Muhammad. Peristiwa ini terjadi pada 17 Ramadhan 13 tahun sebelum hijeriah / 6 Agustus tahun 610 sesudah masehi.

Adalah aneh tapi nyata bahwa bukit Jabal Nur itu senantiasa kelihatan bercahaya walau di malam hari tanpa bulan, sepertinya ada pantulan cahaya yang tidak diketahui dari mana arahnya, sementara deretan bukit-bukit sekitarnya tidak demikian, bukan hanya setinggi pendakian, tapi yang paling aneh bin ajaib ialah di dalam Gua yang sempit itu tetap terang bercahaya, Masya Allah. Dengan adanya cahaya seperti itu, maka tidak sedikit jamaah lebih senang berziarah dimalam hari sampai menjelang subuh untuk menghindari teriknya panas matahari serta menghindari kepadatan pengunjung dan antrian panjang di siang hari. Sekedar untuk diketahui bahwa Jabal Nur itu gundul tidak ditumbuhi rumput apalagi pepohonan, hanya terdiri dari lempengan-lempengan batu dalam ukuran besar dan kecil.


Tidak semua jamaah haji yang bekunjung ke Jabal Nur mampu mencapai dan memasuki Gua Hira, hanya yang berusia 60 tahun kebawah, kuat dan sehat serta yang berkemauan keras, sebab masih harus mendaki lebih dari 250 meter dengan kemiringan kurang lebih 45 derajat. Sesampai di puncakpun belum langsung menemukan Gua. Masih harus turun lagi sekitar 10 meter dengan posisi terjal yang mengerikan dan letak batu besar yang bercelah sangat sempit (orang dengan tubuh besar harus memiringkan badan, ada juga yang melucurkan badannya dari atas ke bawah) menuju area Gua.


Pendakian untuk mencapai Gua Hira memerlukan waktu antara 30 – 45 menit demikian juga pulangnya. Praktis waktu yang dibutuhkan untuk ziarah ketempat yang sangat monumental itu minimal 1 jam. Namun selama dalam perjalanan pergi pulang (mendaki/ menurun) tidak perlu membawa makanan dan minuman, ada beberapa tempat persinggahan untuk istrahat bila capek dan haus. Disitu ada penjual makanan dan minuman plus souvenir ala Arab Saudi untuk ole-ole dibawa pulang ke tanah air.

Gua Hira terbentuk secara alamiah, terdiri dari susunan lempengan batu besar yang tidak beraturan tapi sangat kokoh kuat. Konon ceritanya, dari dulu (sebelum Islam) hingga kini lempengan-lempengan batu itu tidak mengalami pergeseran sedikitpun. Bagian terpanjang pada sisi-sisinya berukuran sekitar 3 x 1,5 meter, tinggi 2 meter. Untuk shalat hanya cukup 2 orang dan jika berbaring boleh 3 orang. Pintu tempat masuk membelakangi Ka’bah sehingga begitu masuk secara otomatis kita menghadap ke Ka’bah. Di celah-celah batu dalam Gua ini kita dapat melihat dari kejauhan Menara Jam Masjidil Haram, dan dibagian kanannya terdapat batu besar berposisi semacam serambi atau teras. Batu ini sudah diratakan permukaannya dan bisa ditempati untuk shalat.


Karena Gua Hira itu sangat sempit sedangkan pengunjung cukup banyak (laki dan wanita), maka terpaksa harus melalui antrian panjang. Apa yang mereka lakukan dalam Gua itu? Ialah shalat sunat dan berdoa sebagai bukti kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan Kitab Suci Al-Qur’an yang diturunkan disitu (walau sebenarnya amalan seperti itu tidak disyariatkan). Para jamaah yang akan menunaikan ibadah haji, pria dan wanita, khususnya yang berusia muda, sehat dan kuat fisik hendaknya memasang niat untuk mengunjungi Gua Hira. Gua ini pada hakekatnya merupakan tempat pengangkatan dan pelantikan Muhammad Al-Amin menjadi Nabi, sekaligus sebagai awal kelahiran Agama Islam yang ditandai dengan diturunkannya Wahyu yang pertama yang artinya “Bacalah dengan nama Tuhanmu, yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, Tuhanmu itu Maha Mulia, yang mengajarkan manusia dengan perantaraan Qalam apa-apa yang belum diketahui” (Q.S. Al- Alaq : 1 – 5).


Untuk itu, para pengurus Yayasan Bimbingan Ibadah Haji diharapkan mengalokasikan waktu yang cukup buat jamaahnya untuk melihat dan memasuki Gua Hira. Karena selama ini banyak pengelola Yayasan mengantar jamaahnya hanya sampai di kaki gunung Jabal Nur saja, tidak memberi kesempatan naik / masuk Gua dengan dalih waktu terbatas mengingat masih ada obyek yang akan dikunjungi. Sekiranya pihak yayasan tidak menyediakan waktu yang cukup, maka solusinya adalah jamaah sendiri yang berupaya mencari kendaraan. Banyak kendaraan dipersiapkan baik yang carteran maupun hanya mengantar saja. Dan untuk pulang ke pondokan juga tidak susah.


Dengan menyempatkan diri jalan-jalan mendaki Jabal Nur masuk Gua Hira, bapak-bapak ibu-ibu jamaah haji akan memperoleh kesan dan kepuasan tersendiri melebihi kepuasan saat kita mencium Hajarul Aswad dan tidak akan pernah dilupakan. Selain itu, juga akan lebih memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, meningkatkan ketaatan kepada Rasulullah Muhammad SAW serta kecintaan terhadap kitab Suci Al-Qur’an yang diturunkan untuk pertama kalinya di Gua Hira itu. Semoga!
 

Palu, 20 September 2011