Rabu, 08 April 2015

Mengaplikasikan Tiga Kecerdasan

Kombinasi IQ, EQ, dan SQ dalam ESQ Model
Manusia sebagai mahluk sosial dikaruniai tiga potensi kecerdasan oleh Sang Pencipta agar mereka dapat beradaptasi dan berinteraksi secara harmonis dengan sesama. Tiga potensi yang dimaksud ialah Intelligence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ) dan Spiritual Quotient (SQ). Ketiga kecerdasan tersebut (Intelektual, Emosional dan Spiritual) harus dikelola dengan baik dan diaplikasikan secara bersamaan dan terintegrasi sehingga kita dapat menjadi manusia sempurna (Insan Kamil).

Banyak orang memiliki IQ diatas rata-rata di sekolah, tetapi tidak banyak yang berhasil dan tidak beruntung dalam kehidupannya. Sebaliknya, banyak yang IQ nya biasa-biasa saja justru merekalah yang kemudian menjadi orang-orang sukses dalam pekerjaan dan karirnya serta menempati posisi strategis dalam suatu organisasi. Yang memiliki IQ di bawah rata-rata biasanya tergolong lebih luwes dalam bergaul, santun, berempati dan punya kecerdasan emosional (EQ). Namun yang ber IQ tinggi cenderung susah beradaptasi dan kurang berperasaan bahkan mungkin egois.
 

Sebuah contoh kejadian yang perlu disimak. Ada seorang yang punya hobi mengkoleksi barang-barang antik dan senang mempersaksikan bila ada orang yang datang ke rumahnya. Suatu ketika ada orang bertamu, seperti biasanya ia menunjukkan barang-barang itu dengan rasa bangga. Tapi tamu yang tidak punya kecerdasan emosional lantas berkata, barang-barang seperti itu banyak dijual di pinggir jalan di Jakarta dan harganya murah. Bagaimana tanggapan tuan rumah? Tentunya sangat kecewa dan sakit hati. Satu lagi . . . . Seorang ibu mengadakan acara syukuran. Dalam kata-kata pengantarnya, ibu itu menyampaikan kepada tetamu bahwa acara ini kami laksanakan karena merasa bersyukur atas keberhasilan anak kami menempati peringkat kelima naik kelas III SMA. Usai kata pengantar, salah seorang tamu yang tidak punya kecerdasan emosional (EQ) lalu berkata kepada tuan rumah, Bu . . anak saya di sekolah itu juara III naik kelas. Dapat dibayangkan bagaimana perasaan keluarga yang mengadakan hajatan itu. Masih banyak lagi kejadian seperti itu yang tidak memperhatikan aspek perasaan/emosional dalam berinteraksi sehingga orang itu kurang mendapat simpatik dalam mengejar kesuksesan, termasuk para pejabat, ia akan didemo dan diminta turun dari jabatannya bila mengabaikan EQ.

Untuk meraih kesuksesan dan disenangi oleh orang banyak, kuncinya adalah mensinergikan ketiga potensi kecerdasan tersebut kedalam satu formula yang dinamakan “ESQ Model”. Menurut Ary Ginanjar Agustian, ESQ Model adalah formula yang menyatukan unsur IQ, EQ dan SQ dalam suatu kesatuan sistem yang terintegrasi. Model ini menyerupai pola Thawaf Alam Semesta atau Thawaf di Ka’bah, yakni pusat orbit dan pusat edarnya memiliki daya tarik serta mampu menggerakkan benda yang ada di sekelilingnya untuk berputar secara seimbang. Sekiranya benda-benda itu keluar dari pusat edarnya, maka keseimbangan akan terganggu, bahkan boleh jadi bentrokan dan akan fatal.
Demikian pula halnya dalam ESQ Model, pusat edarnya harus memilik energi dan daya tarik tersendiri. Itulah Kecerdasan Spiritual (SQ). SQ diposisikan sebagai pusat edar dimensi Spiritual sehingga IQ dan EQ akan patuh dan menjungjung tinggi nilai-nilai spiritual sebagai makna dan tujuan hidup yang bersumber dari hati nurani (God Spot).


Kecerdasan intelektual memang penting dalam kehidupan agar dapat menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi demi efisiensi dan efektifitas suatu pekerjaan. Juga EQ yang memegang peranan penting dalam hubungan antar manusia guna menjalin keharmonisan dan keakraban dalam beraktivitas. Namun tanpa SQ yang mengajarkan nilai-nilai kebenaran, akan terjadi kepincangan dalam kehidupan. Untuk itu perlu mensinergikan IQ, EQ dan SQ.


Apabila ketiga unsur tersebut bersinergi dan terintegrasi, maka setiap aktivitas manusia akan senantiasa mengorbit dan berorientasi pada nilai-nilai spiritual “Ilahiyah” dalam berbagai aspek kehidupan. Tapi manakala pusat orbit itu bergeser atau dipertukarkan, hancurlah tatanan jiwa dan tatanan sosial kemasyarakatan. Banyak fenomena menunjukkan ketika manusia berani mengabaikan atau mengganti pusat orbit (yang dalam hal ini peraturan pemerintah) dengan kepentingan pribadi atau golongan, kepentingan politik dan jabatan, kepentingan materi dengan melakukan korupsi dan lain-lain, akan berdampak pada kerusakan sistem pemerintahan dan perekonomian di suatu daerah .
Sekian banyak orang yang meraih sederetan predikat akademis (Prof. DR) tetapi tidak berhasil memperoleh dukungan dalam suatu pemilihan figur pemimpin. Sebaliknya, tidak sedikit hanya berpendidikan standar (SMA / S1) justru mereka meraih suara signifikan. Hal ini membuktikan bahwa kepandaian/kecerdasan intelektual (IQ) tidak menjadi ukuran untuk tampil sebagai sosok seorang pemimpin, baik di lembaga legislatif maupun di eksekutif. Memang berdasarkan penelitian, IQ hanya berperan dalam kehidupan dengan kisaran 6 %, maksimun 20 %. Selebihnya (80 – 94%) ditentukan oleh unsur EQ dan SQ.
 

Kiranya ketiga potensi yang dimiliki tersebut dapat diaplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat, khususnya bagi yang mendapat amanah sebagai pemimpin pada suatu komunitas; faktor kecerdasan emosional/ perasaan memegang peranan penting dalam menjalankan tugas kepemimpinan. Dengan kecerdasan ini kita merasa nyaman, damai dan disenangi oleh orang lain serta dapat selamat dunia akhirat, semoga!

Palu, 5 Juli 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar