Rabu, 26 Agustus 2015

Mencium Hajar Aswad


Tidak lama lagi, tepatnya mulai tanggal 21 Agustus 2015 calon jamaah haji Indonesia dan negara-negara lain akan berangkat ke tanah suci Mekkah untuk memenuhi panggilan Nabi Ibrahim as. Salah satu sasaran para jamaah disana  ialah mencium Hajarul Aswad. Ada apa dengan Hajar Aswad? Hajar Aswad adalah sebongkah batu berwarna hitam yang terpasang di sudut Ka’bah. Bentuknya bundar dan berlubang dengan lingkaran sekitar 30 cm. Garis tengahnya 10 cm, lebih besar dari lingkaran muka seseorang. Karena itu bagi yang akan mencium Hajar Aswad harus memasukkan kepalanya kedalam lubang batu hitam itu. Di sekeliling bagian luarnya diikat dengan pita perak agar tetap utuh, tidak mudah terlepas saat diusap dan dicium.
Hajar Aswad
Hajarul Aswad merupakan batu Ruby’ sejenis batu Akik yang bisa dibentuk menjadi permata, punya energi dan khasiat seperti Green Sojol. Hajar Aswad diturunkan oleh Allah dari surga ketika Ka’bah dibangun oleh malaikat sebagai bangunan pertama di muka bumi. Selanjutnya dipelihara dan dijadikan tempat ibadah Nabi Adam as. Firman Allah “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) bagi manusia ialah Ka’bah di Mekkah” (Q.S. Ali Imran : 96). Ka’bah (Baitullah) di bumi Mekkah, secara vertikal sejurus dengan Baitul Makmur di langit ke tujuh, seandainya ia runtuh pas menimpah Ka’bah. 
Thawaf
Konon, Hajar Aswad pernah terlepas dari Ka’bah dan tertibun cukup lama, tapi ketika Nabi Ibrahim merenovasi Ka’bah, Ibrahim menyuruh anaknya Ismail mencari batu yang cocok untuk dipasang disini. Ismail pun pergi mencari dan akhirnya menemukan sebongkah batu yang unik dan luar biasa karena mengkilat. Saking gembiranya, Ibrahim bersama anaknya menggotong mengitari Ka’bah sambil mencium batu ajaib itu baru kemudian memasangnya di sudut Ka’bah. Dari sinilah kira-kira awal mula mencium hajarul aswad, lalu kemudian Nabi Muhammad saw mengsunatkan  kepada umatnya menciumnya kalau bertawaf mengelilingi Ka’bah. 

Tentang asal muasal, keunikan dan kemuliaan batu itu, Nabi menjelaskan “Batu (Hajar Aswd) dan Makam Ibrahim) adalah Batu Ruby’ (batu mulia) yang berasal dari surga. Kalau bukan karena sentuhan manusia-manusia berdosa akan menyinari antara timur dan barat. Setiap orang sakit yang memegang dan menciumnya akan sembuh dari sakitnya” (HR. Tirmidzi). Pada hadist yang lain  dikatakan “Hajarul Aswad diturunkan dari surga warnanya lebih putih dari susu. Dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam”. Selanjutnya sabda beliau “Demi Allah, Allah akan mengutus batu (Hajarul Aswad) pada hari kiamat, ia memiliki 2 mata yang bisa melihat, memiliki lisan yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang pernah menyentuh dan menciumnya” (HR. Tirmidzi & Ibnu Abbas). Dari hadist ini menjadikan setiap jamaah haji/umrah berusaha sekuat tenaga untuk menciumnya. 

Ketika Ka’bah akan ditinggikan dari 4,32 menjadi 8,64 meter tahun 606, Hajar Aswad dilepas dan disimpan pada suatu tempat. Karena kemuliaan batu ruby’ itu, maka sewaktu akan dipasang kembali, timbul ketegangan diantara suku/kabilah-kabilah Quraisy. Masing-masing kabilah ngotot mengklien dirinya yang lebih pantas mengangkat dan memasang kembali batu itu pada posisi semula. Untung saja usulan Abu Umayyah disetujui mereka yang mengatakan, masalah ini kita serahkan kepada siapa yang pertama kali memasuki masjid ini melalui pintu Bani Syaribah besok pagi. Ternyata orang yang pertama kali masuk lewat pintu itu ialah Muhammad yang waktu itu belum menjadi nabi. Sewaktu Muhammad diberitahu tentang hal ini, ia lalu membentangkan sorbannya dan meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengahnya kemudian mempersilahkan perwakilan dari masing-masing kabilah memegang sisi sorban dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai disekitar Ka’bah, Muhammad sendiri yang meletakkan Hajar Aswad pada posisi semula. Suku-suku Quraisy pun merasa puas dan mereka damai kembali. 

Hajar Aswad sekarang sudah licin karena terus menerus diusap dan dicium milyaran manusia, setiap saat siang dan malam selama 24 jam tanpa henti para jamaah berdesak-   desakan berebutan untuk mencium batu itu, mereka merasa tidak lengkap kedatangannya di tanah suci Mekkah bila tidak mencium hajar aswad, sampai-sampai ia harus membeli tenaga orang lain. Memang banyak calo/joki yang menawarkan jasa untuk membantu mengantar mencium. Penulis sendiri ketika menunaikan ibadah haji 2003 meminta bantuan 2 mahasiswa mengantar mencium batu hitam itu. Mencium Hajar Aswad memberi kesan dan kepuasan tersendiri, seakan-akan kita mencium Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Nabi Muhammad saw. 

Mengakhiri tulisan ini, penulis mengingatkan kepada seluruh calon jamaah haji bahwa meski hajar aswad mempunyai  kemuliaan, keunikan dan khasiat tersendiri, tapi janganlah  memaksakan diri untuk menciumnya karena beresiko tinggi, bisa fatal terinjak-injak karena padatnya manusia diseputar ka’bah. Mencium hajar aswad hukumnya sunat dan tidak termasuk  rukun dan wajib haji, artinya tidak mempengaruhi sah tidaknya ibadah haji. Sebagai pengganti dari mencium batu itu ialah dengan melambaikan/mengacungkan tangan ketika berada pada posisi arah Hajar Aswad sambil membaca Bismillah… Allahu Akbar…. lalu mencium tangan pada setiap putaran dari 7 putaran tawaf mengelilingi ka’bah.

Ziarah ke Gua Tsur


Meskipun tidak ada dalil yang menunjukkan keutamaan Gua Tsur, nabi tidak pernah menganjurkan dan tidak ada kaitannya dengan rukun/wajib haji, tapi banyak jamaah berusaha mengunjungi/menziarahi Gua Tsur sebagai salah satu tempat bersejarah dalam penyebaran agama Islam. 
Mulut Gua Tsur
Gua Tsur berada pada salah satu puncak dari 3 puncak deretan pegu- nungan Jabal Tsur, letaknya kurang lebih 7 km sebelah selatan Ka’bah kearah Thaif. Gua ini dinamai demikian karena ditemukan oleh orang yang bernama Tsur bin Abdu Mapah. Gua Tsur berada pada ketinggian sekitar 450 meter dari permukaan daratan, lebih tinggi dari Gua Hira (280 m). Luasnya kira-kira 3 x 3 m, tinggi 1,25 m, bentuknya cekung menyerupai kuali, mempunyai 2 pintu masuk dibagian depan dan belakang. Penulis waktu di tanah suci tahun 2003 ingin sekali naik gunung untuk memasuki Gua itu, tapi Ketua Yayasan/ pemandu ziarah tidak mengizinkan karena beresiko. Untuk itu, Ketua Yayasan mengarahkan jamaah ke Gua Hira di Jabal Nur tempat turunnya Alquran pertama. Memang di kaki gunung Jabal Tsur dipajang papan peringatan dalam beberapa bahasa, termasuk bahasa Indonesia untuk berhati-hati ketika naik ke Gua Tsur.
Jamaah haji yang bersiap memasuki Gua Tsur

Sejarah Gua Tsur sangat erat kisahnya dengan peristiwa perjalanan hijerah Nabi Muhammad SAW. Di Gua ini nabi bersama Abu Bakar bersembunyi dari kejaran kafir Quraisy. Perjalanan ini terjadi ketika kaum kafir Quraisy sudah sampai pada puncak kejengkelannya melihat perkembangan Islam yang semakin pesat. Dalam musyawarahnya, para tokoh/elit kafir Quraisy sepakat akan membunuh Muhammad, lalu mereka mengumpulkan para pemuda dari kabilah-kabilah yang ada di Mekkah. Atas rencana jahat itu, Allah SWT memberi isyarat kepada Rasul-Nya untuk meninggalkan kota Mekkah. Namun sebelumnya, beliau pergi menemui Abu Bakar dan meminta kesediaannya menemani dengan kesepakatan berangkat di malam hari dari rumah masing-masing dan akan bertemu di Jabal Tsur. 

Rupanya rencana nabi tersebut tercium oleh orang-orang kafir, maka pada malam itu juga pemuda Quraisy yang telah ditugaskan, mengepung rumah Rasulullah dan akan membunuhnya ketika keluar rumah. Mengsiasati keadaan yang menegangkan itu, beliau menyuruh adik sepupunya, Ali bin Abu Thalib untuk menempati pembaringannya supaya para pengepung mengira bahwa yang tidur itu adalah Muhammad. 

Waktu Rasulullah akan keluar meninggalkan rumahnya, turun ayat yang artinya “Kami (Allah) adakan dinding (sekatan) di depan dan di belakang mereka dan Kami tutup mata mereka sehingga tidak bisa melihat” (Q.S. Yaa Siin : 9). Berkat bacaan ayat ini, sejumlah pemuda yang mengepung rumah Rasulullah tertidur pulas sehingga tidak ada satu orangpun diantara mereka melihat nabi keluar rumah. Ketika mereka terbangun dan tidak sabar menunggu nabi keluar, mereka lalu mendobrak pintu rumah nabi, ternyata yang ada ditempat tidur itu adalah Ali bin Abu Thalib, maka bertambah marahlah kaum kafir Quraisy. Mereka mengejar/mencari jejak nabi di seluruh pelosok kota Mekkah dan sekitarnya tapi tidak ditemukan, akhirnya mereka mengumumkan bagi siapa yang menemukan atau menunjukkan dimana Muhammad berada akan diberi hadiah 100 ekor unta. Ada yang mencarinya dalam kota, pinggir/luar kota bahkan ada yang sampai mendaki gunung Tsur. 

Di  Gua Tsur yang tadinya diperkirakan Muhammad ada di dalamnya, tapi karena ada sarang laba-laba dan sarang burung merpati di pintu masuk sehingga mereka berkesimpulan bahwa tidak mungkin ada manusia dalam gua ini. Memang ada diantara mereka nekad mau masuk gua tapi yang lainnya berkata untuk apa masuk? Itu sarang laba-laba dan sarang merpati di pintu gua. Keberadaan algojo kafir Quraisy di luar gua terlihat oleh Abu Bakar, ia menggigil dan pucat karena ketakutan. Melihat Abu Bakar seperti itu, nabi meyakinkan, jangan kira kita hanya berdua, sesungguhnya kita bertiga, yang ke-3, Dialah yang menggenggam kekuasaaan, Allah SWT. Keadaan mereka dalam gua tersebut digambarkan oleh Allah yang artinya “… Ingat ketika keduanya (dalam Gua Tsur), ia (Muhammad) berkata kepada sahabatnya (Abu Bakar) jangan bersedih dan jangan takut, sesungguhnya Allah menyertai kita…”(Q.S. At-Taubah : 40). Tidak lama kemudian para pembunuh bayaran itu meninggalkan gua dengan tangan kosong.

Setelah Nabi Muhammad dan Abu Bakar merasa aman dari pencarian, mereka keluar gua untuk melanjutkan perjalanannya ke Yastrib (Madinah). Selama 3 hari 3 malam dalam gua, makanan diantarkan oleh Abdullah, putra Abu Bakar secara sembunyi-sembunyi. Peristiwa perjalanan hijerah ini terjadi pada September 622 atau tahun ke-13 dari kenabian Muhammad SAW.