Minggu, 24 April 2016

LGBT VS FITRAH MANUSIA



LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) kini marak diperbincangkan dan terjadi pro kontra. Berbagai cara dan lobi mereka tempuh agar keberadaan LGBT di Indonesia dilegalkan, mereka ingin bebas tanpa dibatasi oleh apapun dan oleh siapapun. Kemerdekaan berekspresi merupakan salah satu hak fundamental yang diakui dalam negara hukum yang demokrasi dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).


Lesbian adalah dua wanita saling menggesek-gesek atau saling menjilat vaginanya hingga keduanya merasakan kenikmatan. Gay; seorang laki-laki memasukkan penisnya ke dalam dubur laki-laki lain. Biseksual, seseorang dapat menikmati seksual dengan orang yang berkelamin ganda baik laki-laki maupun wanita, Transgender ialah ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang dipunyai. Meski pengertian itu berbeda dari sisi pemenuhan seksual, namun kesamaannya adalah mereka memiliki kesenangan baik secara psikis atau biologis dan orientasi seksualnya bukan saja terhadap lawan jenisnya tetapi juga dengan sesama jenis.


Propaganda LGBT terus bergulir, kalau sebelumnya dilakukan secara sembunyi-sembunyi tapi kini mereka sudah berani menampakkan diri. Tren LGBT kebanyakan menyerang anak-anak muda karena di usia itu memang paling gampang mengikuti arus dengan promosi seksual yang berbeda dengan yang lazim. Seringnya menyaksikan tontonan/adegan yang menyenangkan kaum LGBT di luar negeri menjadi salah satu faktor pendorong yang membuat penggiat LGBT Indonesia semakin percaya diri bukan hanya dikalangan anak sekolah, anak kampus juga orang yang sudah berkeluarga.
 
Vinolia Wakijo, Pendiri Yayasan Keluarga Besar Waria Yogyakarta (Kebaya)
LGBT dengan ciri khas “Berbendera Pelangi” rupanya didukung oleh media sekuler dan intelektual liberal serta ada kepentingan asing di dalamnya dengan kucuran dana yang tidak sedikit. Sejak tahun 2013 telah ada 2 jaringan nasional LGBT yang menaungi 119 organisasi di 28 provinsi bahkan sudah masuk kampus-kampus, termasuk kampus Untad Palu Sulawesi Tengah. Melihat fenomena itu. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Moh. Nasir melarang LGBT masuk kampus karena tidak sesuai nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia.
 
Kaum LGBT Indonesia berunjuk rasa
Dari sudut pandang apapun LGBT tidak dapat diterima. Dari aspek kesehatan, LGBT adalah penyakit jiwa dan bisa menularkan virus HIV/AIDS, dari segi sosial akan merusak tatanan keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Tidak ada teori yang mengatakan bahwa perilaku LGBT atau kawin sejenis akan mendapatkan keturunan. Meski Lesbi/Homo bisa mencapai orgasme/puncak kenikmatan seksual tapi menghalangi lahirnya keturunan. Terlebih lagi menurut pandangan agama, tidak ada yang membenarkan perilaku LGBT yang menjijikkan itu.


Islam secara tegas menetapkan bahwa LGBT merupakan kejahatan terkutuk dan termasuk dosa besar yang melampaui batas akhir keburukan (faahisyah). Ingat dan takutlah akan azab Allah. Dia menghancurkan negeri Nabi Luth dengan membalikkan tanah tempat tinggal mereka, diakhiri dengan hujan batu panas yang membumihanguskan mereka karena ada kaum Nabi Luth melakukan Liwath (Gay/homo) dan Sihaaq (Lesbi) serta perbuatan kejahatan lainnya (lihat QS. Al-Hijr : 74 dan Al-A’raf : 80-81). Jangankan melakukan secara langsung, menyerupai saja sudah dilarang. Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat (kemaluan) laki-laki lain dan jangan pula seorang wanita melihat aurat (kemaluan) wanita lain. Janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut dengan laki-laki lain dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain” (HR. Muslim).


Allah SWT menciptakan manusia dan menganugrahkan kenikmatan senggama untuk melestarikan keturunan sebagai khalifah di muka bumi. Hal ini hanya bisa terjadi bila dilakukan diantara pria dan wanita sebagai pasangan suami isteri. Bagaimana mungkin jika dilakukan sesama jenis kelamin. Dari sinilah mengapa LGBT diharamkan karena bertentangan dengan kodrat/fitrah manusia dan menyalahi tujuan penciptaannya.


Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban umat Islam untuk melawan segala bentuk propaganda dan advokasi yang seolah-olah atas nama HAM membela LGBT, akan tetapi sesungguhnya malah mereka membawa manusia kepada kerusakan yang lebih parah dan fatal. (Palu, 20 April 2016)