LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) kini
marak diperbincangkan dan terjadi pro kontra. Berbagai cara dan lobi mereka
tempuh agar keberadaan LGBT di Indonesia dilegalkan, mereka ingin bebas tanpa
dibatasi oleh apapun dan oleh siapapun. Kemerdekaan berekspresi merupakan salah
satu hak fundamental yang diakui dalam negara hukum yang demokrasi dan
menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM).
Lesbian
adalah dua wanita saling menggesek-gesek atau saling menjilat vaginanya hingga
keduanya merasakan kenikmatan. Gay;
seorang laki-laki memasukkan penisnya ke dalam dubur laki-laki lain. Biseksual, seseorang dapat menikmati
seksual dengan orang yang berkelamin ganda baik laki-laki maupun wanita, Transgender ialah ketidaksamaan
identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang dipunyai. Meski
pengertian itu berbeda dari sisi pemenuhan seksual, namun kesamaannya adalah
mereka memiliki kesenangan baik secara psikis atau biologis dan orientasi
seksualnya bukan saja terhadap lawan jenisnya tetapi juga dengan sesama jenis.
Propaganda LGBT terus bergulir, kalau sebelumnya
dilakukan secara sembunyi-sembunyi tapi kini mereka sudah berani menampakkan
diri. Tren LGBT kebanyakan menyerang anak-anak muda karena di usia itu memang paling gampang
mengikuti arus dengan promosi seksual yang berbeda dengan yang lazim. Seringnya
menyaksikan tontonan/adegan yang menyenangkan kaum LGBT di luar negeri menjadi
salah satu faktor pendorong yang membuat penggiat LGBT Indonesia semakin
percaya diri bukan hanya dikalangan anak sekolah, anak kampus juga orang yang
sudah berkeluarga.
LGBT dengan ciri khas “Berbendera Pelangi” rupanya
didukung oleh media sekuler dan intelektual liberal serta ada kepentingan asing
di dalamnya dengan kucuran dana yang tidak sedikit. Sejak tahun 2013 telah ada
2 jaringan nasional LGBT yang menaungi 119 organisasi di 28 provinsi bahkan
sudah masuk kampus-kampus, termasuk kampus Untad Palu Sulawesi Tengah. Melihat
fenomena itu. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Moh. Nasir melarang
LGBT masuk kampus karena tidak sesuai nilai dan kesusilaan bangsa Indonesia.
Dari sudut pandang apapun LGBT tidak dapat
diterima. Dari aspek kesehatan, LGBT adalah penyakit jiwa dan bisa menularkan
virus HIV/AIDS, dari segi sosial akan merusak tatanan keluarga yang terdiri
dari ayah, ibu dan anak. Tidak ada teori yang mengatakan bahwa perilaku LGBT
atau kawin sejenis akan mendapatkan keturunan. Meski Lesbi/Homo bisa mencapai
orgasme/puncak kenikmatan seksual tapi menghalangi lahirnya keturunan. Terlebih
lagi menurut pandangan agama, tidak ada yang membenarkan perilaku LGBT yang
menjijikkan itu.
Islam secara tegas menetapkan bahwa LGBT
merupakan kejahatan terkutuk dan termasuk dosa besar yang melampaui batas akhir
keburukan (faahisyah). Ingat dan takutlah akan azab Allah. Dia menghancurkan
negeri Nabi Luth dengan membalikkan tanah tempat tinggal mereka, diakhiri
dengan hujan batu panas yang membumihanguskan mereka karena ada kaum Nabi Luth
melakukan Liwath (Gay/homo) dan Sihaaq (Lesbi) serta perbuatan kejahatan
lainnya (lihat QS. Al-Hijr : 74 dan Al-A’raf : 80-81). Jangankan melakukan
secara langsung, menyerupai saja sudah dilarang. Sabda Rasulullah SAW yang
artinya “Janganlah seorang laki-laki
melihat aurat (kemaluan) laki-laki lain dan jangan pula seorang wanita melihat
aurat (kemaluan) wanita lain. Janganlah seorang laki-laki memakai satu selimut
dengan laki-laki lain dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut
dengan wanita lain” (HR. Muslim).
Allah SWT menciptakan manusia dan menganugrahkan
kenikmatan senggama untuk melestarikan keturunan sebagai khalifah di muka bumi.
Hal ini hanya bisa terjadi bila dilakukan diantara pria dan wanita sebagai
pasangan suami isteri. Bagaimana mungkin jika dilakukan sesama jenis kelamin.
Dari sinilah mengapa LGBT diharamkan karena bertentangan dengan kodrat/fitrah
manusia dan menyalahi tujuan penciptaannya.
Dengan demikian, sudah menjadi kewajiban umat
Islam untuk melawan segala bentuk propaganda dan advokasi yang seolah-olah atas
nama HAM membela LGBT, akan tetapi sesungguhnya malah mereka membawa manusia kepada
kerusakan yang lebih parah dan fatal. (Palu, 20 April 2016)