Jumat, 26 Maret 2021

NISFU SYA’BAN DAN KEUTAMAAN SURAT YASIN

Sya’ban adalah bulan ke-8 dalam penanggalan tahun hijeriah. Bulan ini banyak mengandung hikmah dan keutamaan. Dari 30 malam untuk beramal, ada satu malam yang istimewa yaitu Nisfu Sya’ban. Nisfu Sya’ban adalah pertengahan atau tgl.15 Sya’ban yang tahun 1442 ini jatuh pada hari Ahad / malam senin 28 Maret 2021. Malam Nisfu Sya’ban dinamai juga Laylatul Bara’ah atau Laylatun Nisfa min Sya’ban, artinya malam pembebasan dan pengampun-an dosa-dosa. Kita dianjurkan melakukan ibadah-ibadah, antara lain membaca Surat Yasin setelah shalat maghrib. Sebelum membaca Surat Yasin terlebih dahulu shalat sunnat 2 rakaat dengan niat/lafad “Ushalli Sunnatan Nisfus Sya’ban rakaataeni lillahi taala”, membaca doa iftitah, membaca surat Al-Ftihah dan surat Al-Kafirun pada rakaat pertama. Rakaat kedua Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Ikhlas. Terakhir memberi salam.

Usai shalat 2 rakaat dilanjutkan dengan membaca surat Yasin tiga kali. Setiap bacaan surat Yasin disertai dengan niat dan doa. Pada bacaan pertama dengan doa memohon umur panjang untuk beribadah kepada Allah. Bacaan Yasin kedua. memohon rezeki yang banyak dan halal untuk ibadah. Bacaan Yasin ketiga memohon keteguhan iman dan dimatikan bi husnul khatimah. Selesai 3 kali bacaan surat Yasin, diakhiri dengan doa khusus Nisfu Sya’ban.

https://www.minews.id/wp-content/uploads/2021/03/Malam-Nifsu-Syaban-1200x720.jpg
Perbanyak berdoa dan bertobat di malam nisfu Sya'ban

 

Selain shalat sunat dan yasinan, masih banyak amalan yang bisa dilakukan sepanjang malam itu, misalnya dzikir tasbih, tahmid, tahlil, shalat sunat, baca qur’an, selawat kepada nabi, berdoa dan lain-lain. Adapun hikmah dari Nisfu Sya’ban antara lain dapat disimak dari hadist qudsi “Orang yang meminta ampun kepada Ku, maka Aku akan mengampuni, orang yang meminta rezeki, Aku akan beri rezeki, orang yang diuji dengan musibah, Aku akan selamatkan dia” (HR. Ibnu Majah & Al-Baihaqi)

Kita jangan hanya membaca surat pada Nisfu Sya’ban setiap tahun, tapi kita upayakan setiap saat. Kalau tidak bisa setiap hari, minimal setiap malam/hari jum’at. Yasin adalah surat ke 36 dalam alqur’an terdiri dari 83 ayat. Surat ini tergolong surat makkiyah karena diturunkan di Mekkah sebelum Nabi Muhammad berhijerah ke Madinah. Surat Yasin mengandung makna dan hikmah yang cukup mendalam, minimal ada 7 fadhilah yang dapat disimak berikut ini.

  1. Dalam riwayat At-Tirmizi “Rasulullah saw menjelaskan bahwa Surat Yasin adalah jantungnya alqur’an, siapa yang membacanya akan diberikan pahala sama seperti 10 kali membaca alqur’an seluruhnya”
  2. Sabda Rasulullah saw “Siapa yang membaca surat Yasin dan surat Ash-Shaffat pada malam jum’at  Allah akan mengabulkan permintaannya” (HR. Abu Daud)
  3. Sabda Rasulullah saw “Siapa yang membaca surat Yasin dengan mengharap keredhaan Allah, maka ia akan diampuni dosa-dosanya” (HR. At-Thabrani)
  4. “Seseorang yang rutin membaca surat Yasin setiap malam akan dipermudah ajalnya dan ia meninggal dunia dalam keadaan seperti mati syahid” (HR. At-Thabrani)
  5. “Siapa yang membaca surat Yasin di pagi hari, maka pekerjaan dan urusan di hari itu dimudahkan dengan keberhasilan”
  6. “Membacakan surat Yasin pada orang yang dalam sakaratul maut dapat membantu memudahkan keluarnya rohnya"
  7. Siapa yang mengunjungi kubur dan membacakan surat Yasin, maka pada hari itu Allah meringankan siksa orang yang ada dalam kubur itu.

Itulah fadhilah dan keutamaan surat Yasin. Untuk itu hendaknya kita menaruh minat untuk selalu membaca Yasin. Buat yang  belum lancar dan tidak fasih membaca Yasinan dengan tulisan Arab, jangan dijadikan alasan sehingga tidak berminat. Banyak buku-buku yang ditulis dengan huruf latin bahasa Indonesia, itu dapat membantu sampai bisa baca surat Yasin dengan baik dan benar tanpa mengurangi fadhilah dan pahala dari bacaan itu.

Marilah kita menyediakan waktu dan kesempatan untuk membaca surat Yasin secara rutin. Dari 83 ayatnya hanya butuh waktu sekitar 15 menit, sangat singkat  dibanding dengan waktu-waktu terbuang sia-sia tanpa pahala. Mudah-mudahan bacaan surat Yasin itu, kita senantiasa mendapat berkah dan pengampunan Allah swt, Amien !!!

Sabtu, 20 Maret 2021

Abaikan Rukyat Menyatukan Umat Berpuasa

RAMADHAN adalah bulan ke sembilan dalam penanggalan tahun Hijeriyah. Umat Islam menyambutnya dengan penuh kebahagiaan dan kesyukuran karena masih dapat menemui bulan puasa.

Namun menjelang datangnya bulan suci itu kaum muslimin diperhadapkan dengan dilemma yang membingungkan karena sering terjadi silang pendapat antara pemerintahdan dan ormas Islam. Pemicunya ialah adanya 2 metode yang digunakan yaitu metode Rukyat dan Hisab.

Pemerintah yang dalam hal ini Kementerian Agama yang mengutamakan Rukyat menyebar petugas ke berbagai daerah untuk mengamati posisi hilal sebagai dasar menetapkan awal Ramadhan dalam sidang Itsbat, sementara ormas yang menganut metode Hisab menganggap tidak perlu merepotkan orang banyak hanya untuk mencari dan melihat posisi hilal. 

Organisasi masyarakat (ormas), khususnya Muhammadiyah menggunakan pendekatan Hisab Wujudul Hilal, artinya awal Ramadhan/Syawal ditetapkan berdasarkan perhitungan peredaran bulan dan matahari.

Muhammadiyah tetapkan 1 Ramadhan 1442 H pada 13 April
 

Asalkan hilal (bulan sabit) sudah berada di atas ufuk barat berapapun derajat tingginya walau tidak terlihat dengan mata/teleskop, mereka yakin dengan Ilmul yaqin bahwa hilal sudah wujud  dan Ramadhan sudah masuk, tidak perlu lagi dibuktikan dengan Ainul yaqin.

Sedangkan pemerintah dan ormas lainnya mengutamakan Rukyatul Hilal yaitu harus melihat hilal, itupun harus diukur berapa derajat tingginya yang menurut mereka minimal 2 derajat. Pada hal ayat 185 Surat Albaqarah Allah berfirman “Jika engkau melihat bulan (Ramadhan) maka berpuasalah” tanpa melihat berapa derajat. 

Adalah suatu hal yang meresahkan umat ketika ketinggian hilal kurang dari 2 derajat lalu diumumkan Ramadhan belum masuk, ternyata keesokan harinya bulan sabit nampak pada ketinggian sekitar 20 derajat. Hal ini menjadikan orang kesal dan menyesal serta merasa berdosa karena ia belum puasa.

Memang posisi hilal tidak selalu sama karena sumbu rotasi bumi tidak tegak lurus tapi punya kemiringan 23.5 derajat yang menyebabkan adanya perbedaan ketinggian hilal antara 0 – 5 derajat setiap bulan/tahun.

Hilal saat matahari terbenam
 

Tentang hadist Nabi Muhammad yang mengatakan “Allah menjadikan bulan sabit/hilal sebagai awal bulan, jika kalian melihat hilal (Ramadhan), maka berpuasalah dan bila melihat hilal Syawal berbukalah. Apabila pengliahatanmu terhalang maka genapkanlah 30 hari.

Ketahuilah setiap bulan tidak pernah lebih dari 30 hari” (HR.Imam Al-Hakim). Dari hadist ini dapat dipahami bahwa umat Islam pada abad ke-6 itu menggunakan Rukyat karena pengetahuan mereka masih terbatas tentang gerak gerik peredaran bumi, bulan dan matahari.

Satu-satunya rujukan ialah perintah Rasulullah Saw untuk mengamati keberadaan hilal. Tapi di abad ke-21 ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang pesat termasuk ilmu falaq/astronomi.

Dengan demikian kita tidak perlu lagi bersikukuh mempertahankan metode Rukyat, kondisinya sudah berbeda dan kita sudah berada di era teknologi digital.  

Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam mulai abad ke-8 masehi di masa Dinasti Abbasyiah (749 -1258). Khusus ilmu astronomi dirintis oleh Ibrahim Al-Fazari (th.771).

Muhammad bin Ibrahim Al Fazari - Filsuf, matematikawan, dan astronom muslim
 

Sejak itu terus mengalami perkembangan, mereka sudah dapat menciptakan teleskop/penoropong bintang, menemukan Itsbat (cara menentukan awal/akhir bulan, menyusun kalender dan lain-lain.

Dengan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi, para ahli dengan perhitungan (hisab) akurat dan ketelitian yang tinggi mereka dapat memastikan terjadinya fenomena alam seperti gerhana bulan/matahari, pergantian musim, perubahan cuaca dll.

Mereka juga dapat membuat penanggalan/kalender abadi dan jadwal shalat sepanjang masa secara parallel antara bulan masehi dan hijeriah.

Kalau tidak ada niat dan upaya menyepakati satu metode, pasti sepanjang masa seumur dunia ini akan ada dilemma yang membingungkan umat saat memasuki bulan Ramadhan,  Syawal dan 10 Dzulhijjah.

Solusinya ialah pemerintah bersama ormas-ormas Islam berkomitmen/sepakat hanya menggunakan metode HISAB sehingga 1 Ramadhan, 1 Syawal, 10 Dzulhijjah ia datang dan kita terima tanpa perbedaan pendapat seperti datangnya  tahun baru 1 Muharram, 1 Januari, 17 Agustus, 12 Rabiul Awal, 27 Rajab dan lain-lain karena sudah dihitung secara cermat jauh sebelumnya.

Sidang Isbat awal Ramadhan 1440 H

 

Dengan demikian pemerintah tidak perlu lagi mengeluarkan dana, merepotkan petugas penoropong untuk mengamati hilal, tidak perlu lagi mengundang tokoh agama menghadiri sidang Itsbat untuk menetapkan awal Ramadhan/Syawal.

Mengutamakan  metode Hisab dan mengabaikan metode Rukyat bukan berarti melecehkan sabda Nabi Muhammad Saw, tapi demi kebersamaan, menyatukan umat memulai berpuasa dan berlebaran Idul Fitri/Idul Adha, masalahnya bukan hanya sekedar perbedaan tanpa resiko, tapi sangat perinsip dan kosekuensinya besar karena kita sudah wajib berpuasa mulai 1 Ramadhan dan haram hukumnya berpuasa pada 1 Syawal, Allahu a’lamu bissawab….

Palu. 5 Sya’ban 1442/18 Maret 2021