Tidak lama lagi, tepatnya mulai tanggal 21 Agustus 2015 calon jamaah haji Indonesia dan negara-negara lain akan berangkat ke tanah suci Mekkah untuk memenuhi panggilan Nabi Ibrahim as. Salah satu sasaran para jamaah disana ialah mencium Hajarul Aswad. Ada apa dengan Hajar Aswad? Hajar Aswad adalah sebongkah batu berwarna hitam yang terpasang di sudut Ka’bah. Bentuknya bundar dan berlubang dengan lingkaran sekitar 30 cm. Garis tengahnya 10 cm, lebih besar dari lingkaran muka seseorang. Karena itu bagi yang akan mencium Hajar Aswad harus memasukkan kepalanya kedalam lubang batu hitam itu. Di sekeliling bagian luarnya diikat dengan pita perak agar tetap utuh, tidak mudah terlepas saat diusap dan dicium.
Hajar Aswad |
Hajarul Aswad merupakan batu Ruby’ sejenis
batu Akik yang bisa dibentuk menjadi permata, punya energi dan khasiat seperti
Green Sojol. Hajar Aswad diturunkan oleh Allah dari surga ketika Ka’bah
dibangun oleh malaikat sebagai bangunan pertama di muka bumi. Selanjutnya
dipelihara dan dijadikan tempat ibadah Nabi Adam as. Firman Allah “Sesungguhnya
rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat ibadah) bagi manusia ialah Ka’bah
di Mekkah” (Q.S. Ali Imran : 96). Ka’bah (Baitullah) di bumi Mekkah, secara
vertikal sejurus dengan Baitul Makmur di langit ke tujuh, seandainya ia runtuh
pas menimpah Ka’bah.
Thawaf |
Konon, Hajar Aswad pernah
terlepas dari Ka’bah dan tertibun cukup lama, tapi ketika Nabi Ibrahim
merenovasi Ka’bah, Ibrahim menyuruh anaknya Ismail mencari batu yang cocok
untuk dipasang disini. Ismail pun pergi mencari dan akhirnya menemukan
sebongkah batu yang unik dan luar biasa karena mengkilat. Saking gembiranya,
Ibrahim bersama anaknya menggotong mengitari Ka’bah sambil mencium batu ajaib
itu baru kemudian memasangnya di sudut Ka’bah. Dari sinilah kira-kira awal mula
mencium hajarul aswad, lalu kemudian Nabi Muhammad saw mengsunatkan kepada umatnya menciumnya kalau bertawaf mengelilingi
Ka’bah.
Tentang asal muasal, keunikan
dan kemuliaan batu itu, Nabi menjelaskan “Batu (Hajar Aswd) dan Makam Ibrahim)
adalah Batu Ruby’ (batu mulia) yang berasal dari surga. Kalau bukan karena
sentuhan manusia-manusia berdosa akan menyinari antara timur dan barat. Setiap
orang sakit yang memegang dan menciumnya akan sembuh dari sakitnya” (HR.
Tirmidzi). Pada hadist yang lain dikatakan “Hajarul Aswad diturunkan dari surga
warnanya lebih putih dari susu. Dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya
hitam”. Selanjutnya sabda beliau “Demi Allah, Allah akan mengutus batu (Hajarul
Aswad) pada hari kiamat, ia memiliki 2 mata yang bisa melihat, memiliki lisan
yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang pernah menyentuh dan
menciumnya” (HR. Tirmidzi & Ibnu Abbas). Dari hadist ini menjadikan setiap
jamaah haji/umrah berusaha sekuat tenaga untuk menciumnya.
Ketika Ka’bah akan ditinggikan dari
4,32 menjadi 8,64 meter tahun 606, Hajar Aswad dilepas dan disimpan pada suatu
tempat. Karena kemuliaan batu ruby’ itu, maka sewaktu akan dipasang kembali,
timbul ketegangan diantara suku/kabilah-kabilah Quraisy. Masing-masing kabilah
ngotot mengklien dirinya yang lebih pantas mengangkat dan memasang kembali batu
itu pada posisi semula. Untung saja usulan Abu Umayyah disetujui mereka yang
mengatakan, masalah ini kita serahkan kepada siapa yang pertama kali memasuki
masjid ini melalui pintu Bani Syaribah besok pagi. Ternyata orang yang pertama
kali masuk lewat pintu itu ialah Muhammad yang waktu itu belum menjadi nabi. Sewaktu
Muhammad diberitahu tentang hal ini, ia lalu membentangkan sorbannya dan
meletakkan Hajar Aswad di tengah-tengahnya kemudian mempersilahkan perwakilan
dari masing-masing kabilah memegang sisi sorban dan mengangkatnya bersama-sama.
Setelah sampai disekitar Ka’bah, Muhammad sendiri yang meletakkan Hajar Aswad
pada posisi semula. Suku-suku Quraisy pun merasa puas dan mereka damai kembali.
Hajar Aswad sekarang
sudah licin karena terus menerus diusap dan dicium milyaran manusia, setiap
saat siang dan malam selama 24 jam tanpa henti para jamaah berdesak- desakan
berebutan untuk mencium batu itu, mereka merasa tidak lengkap kedatangannya di
tanah suci Mekkah bila tidak mencium hajar aswad, sampai-sampai ia harus
membeli tenaga orang lain. Memang banyak calo/joki yang menawarkan jasa untuk
membantu mengantar mencium. Penulis sendiri ketika menunaikan ibadah haji 2003
meminta bantuan 2 mahasiswa mengantar mencium batu hitam itu. Mencium Hajar
Aswad memberi kesan dan kepuasan tersendiri, seakan-akan kita mencium Nabi
Ibrahim, Nabi Ismail dan Nabi Muhammad saw.
Mengakhiri tulisan ini, penulis mengingatkan kepada seluruh calon jamaah
haji bahwa meski hajar aswad mempunyai
kemuliaan, keunikan dan khasiat tersendiri, tapi janganlah memaksakan diri untuk menciumnya karena beresiko
tinggi, bisa fatal terinjak-injak karena padatnya manusia diseputar ka’bah. Mencium
hajar aswad hukumnya sunat dan tidak termasuk rukun dan wajib haji, artinya tidak
mempengaruhi sah tidaknya ibadah haji. Sebagai pengganti dari mencium batu itu
ialah dengan melambaikan/mengacungkan tangan ketika berada pada posisi arah
Hajar Aswad sambil membaca Bismillah… Allahu Akbar…. lalu mencium tangan pada
setiap putaran dari 7 putaran tawaf mengelilingi ka’bah.