Mappacci |
Prosesi pernikahan suku Bugis dan
suku-suku lain akan melalui 3 tahap, Pranikah, Aqadnikah dan Pascanikah. Salah
satu acara pada Pranikah ialah Tudampenni
(duduk malam) menyambut Aqadnikah keesokan harinya dengan mengundang
tetangga, kerabat dan tokoh masyarakat. Acaranya ialah Mappacci/korontigi yaitu
pemberian pacci kepada calon pengantin yang dalam bahasa Indonesia dinamai
Pacar. Pacar bukan berarti menjalin kemesraan antara pria dengan wanita, tetapi
pacar atau daun pacci (Lawsania alba) adalah sejenis tumbuhan yang pada mulanya
hanya digunakan untuk pewarna merah/penghias kuku.
Bosara |
Pacci yang dikaitkan
dengan kata Paccing dalam bahasa Bugis berarti kebersihan dan kesucian. Karena
daun pacci/daun pacar itu mempunyai karakter tersendiri dan dipakai sebagai simbol
kesucian, maka pacci juga dijadikan isyarat kegadisan/keperawanan seorang
wanita. Dengan demikian wanita remaja yang tidak orsinil lagi, menurut adat tidak
musti dilaksanakan acara mappacci baginya. Mappacci menurut orang Bugis
bermakna “Iyyanaritu gau ri pakke onroi
nallari ade mancaji mabbiasa, tampu sennung-sennungeng ri nia’ akkatta
madeceng naiyya naletei pammasena Dewata
Sewwae”
Pemberian pacci |
Sebelum adat Mappacci dimulai, terlebih
dahulu memilih orang yang akan memberikan pacci kepada calon mempelai. Dalam
hal ini tidak boleh sembarang tunjuk, tapi dipilih dari mereka yang punya
kedudukan/status sosial yang baik atau keluarga-keluarga dalam kehidupan rumah
tangganya sakinah dan harmonis. Ini mengandung makna semoga calon pasangan itu bisa
seperti mereka yang meletakkan pacci di telapak tangannya. Begitu juga
penentuan jumlah personilnya disesuaikan dengan stratifikasi sosial calon mempelai,
tidak boleh ikut-ikutan. Bagi golongan bangsawan tinggi (Datu/Andi) adalah
Duakkasera (2 X 9) yaitu 9 pasang suami isteri, golongan bangsawan menengah
(Petta/Daeng) Duappitu (2 X 7), 7 pasang suami isteri dan golongan awam cukup 1
X 9 atau 1 X 7 tanpa berpasangan.
Alat
perlengkapan yang diperlukan ialah Bekkeng (piring logam/kuningan), daun pacci yang
sudah dilumat dan dibentuk bulat, bantal, sarung 7 lembar, pucuk daun pisang, daun nangka 9 lembar, benno (biji jagung/beras yang disangrai hingga mekar), taibani/patti dari sarang lebah sebagai alat penerang diolah dengan cara memberi
secarik kain atau kapas lalu dililit dengan patti sebagai sumbu (sekarang
diganti dengan lilin). Peralatan tersebut ditata dengan posisi; bantal yang
diatasnya tersusun 7 lembar sarung, daun pisang dan daun nangka. Di dekat bantal diletakkan bekkeng yang berisi pacci, benno, dan patti yang sudah
dinyalakan.
Sebelum dimulai, pemandu
acara (MC) memimta calon pengantin menuju ke ruangan yang sudah disiapkan dan
duduk di depan bantal, didampingi ibu bapak atau keluarga dekatnya, Selanjutnya,
MC mempersilahkan mereka secara bergilir yang sudah terpilih. Pertama ia
mengambil 2 butir pacci di bekkeng lalu diletakkan dan dipijit-pijit di telapak
tangan kanan dan kiri calon mempelai disertai doa (dalam hati) semoga calon ini
akan hidup bahagia sejahtera dan selamat dunia akhirat. Seusai itu mereka
disuguhkan daun sirih (sekarang diganti dengan rokok atau cindra mata) sebagai
tanda terima kasih.
Selama acara berlangsung,
Indo Botting (orang tua/kerabat) calon mempelai sekali-sekali menghamburkan benno ke arah yang sedang Mappacci (kurang
bermakna kalau hanya menggunakan beras
kuning). Setelah semua dapat giliran, pemandu acara mempersilahkan hadirin mencicipi
kue-kue tradisional yang telah dihidangkan dalam bosara.
Makna Simbol-Simbol
pada acara Adat Mappacci
Setiap simbol yang digunakan
dalam acara Mappacci mengandung makna filosofi dan Doa,
- Daun Pacci yang sudah dihaluskan dan dibentuk bulat sebagai simbol kesucian, menandakan bahwa calon pasangan sudah suci dan lembut hatinya, tekadnya sudah bulat memasuki jenjang rumah tangga. (tidak bermakna kalau hanya menggunakan Daun Pacci dalam keadaan utuh tanpa diproses).
- Bekkeng tempat pacci melambangkan 2 insan yang menyatu dalam satu wadah sebagai suami isteri. Semoga pasangan ini tetap harmonis dan lestari hingga ajal menjemputnya.
- Bantal sebagai pengalas kepala, sementara kepala adalah bagian paling mulia bagi manusia. Berarti melambangkan kehormatan dan kemuliaan. Untuk itu calon pengantin diharap senantiasa menjaga harkat dan martabatnya dan saling menghargai.
- Sarung 7 lembar, sarung diidentikkan dengan kesusilaan, 7 lembar diartikan 7 hari seminggu menunjukkankan kewajiban, tugas pokok dan fungsi suami isteri harus dijalan kan setiap hari. Suatu ungkapan buat laki-laki, jangan kawin kalau belum mampu mengelilingi dapurmu 7 X sehari.
- Pucuk Daun Pisang sebagai simbol kehidupan berkesinambungan. Salah satu sifat alami pisang ialah tidak mati sebelum muncul tunasnya, daun tua belum layu daun muda sudah muncul. Hal ini selaras dengan tujuan pernikahan yang akan melahirkan keturunan. Dengan simbol ini semoga pernikahan mereka akan seperti karakter pisang.
- Daun Nangka 9 lembar dimaknai sebagai suatu harapan optimal. Menurut bahasa Bugis, Nangka dinamai Panasa, beda-beda tipis dengan sebutan Minasa yang berarti cita-cita. 9, menunjukkan angka tertinggi. Kiranya keluarga baru ini punya motivasi kerja keras untuk menggapai cita-cita secara optimal.
- Taibani/Patti yang dinyalakan sebagai pelita dapat diartikan calon pasangan akan mampu menerangi rumah tangganya secara bersama-sama dan melahirkan keturunan yang berkualitas, seperti halnya Lebah yang berkerja sama membuat sarang dan menghasilkan madu yang sangat berkhasiat (kurang khidmat kalau hanya pakai lilin).
- Benno, mengandung harapan semoga anak cucu Adam yang akan membentuk keluarga baru senantiasa mengalami peningkatan sebagaimana sebiji jagung atau beras yang tadinya kecil menjadi besar setelah melalui proses penggorengan/sangrai.
Itulah sekilas tata
cara dan makna yang terkandung dari simbol-simbol pada acara Mappacci suku
Bugis yang mendekati keasliannya. Adat ini telah membudaya, diwariskan turun temurun
sejak sebelum Islam. Setelah agama Islam masuk dan melembaga di Sulawesi abad
ke-17, tradisi ini tetap dipertahankan, namun mengalami sinkretisme dan
akulturasi (berbaur) dengan budaya Islam. Pembauran itu terlihat dengan adanya kegiatan
Mappanre temme (khatam Qur’an) dan
pembacaan Barazanji sebelum acara Mappacci. Nanti sampai pada bacaan syair Barazanji
“Asrakal Badrun Alaina” baru MC
mempersilahkan orang yang telah ditunjuk memulai pemberian pacci kepada calon mempelai.
Jadi, khatam Qur’an dan pembacaan Barazanji bukan saat akan Aqadnikah seperti
yang kita saksikan selama ini. Kiranya adat istiadat ini tetap dilestarikan, simbol-simbol tidak banyak direkayasa dan dimodifikasi
sehingga menghilangkan makna hakiki dari adat Mappacci.
Palu,
30 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar