Senin, 04 Agustus 2014

Datu Amas To Manurung Tolitoli?

Rumah adat Tolitoli
Istilah TO MANURUNG di Sulawesi Selatan, dikenal juga di Tolitoli, Sulawesi Tengah. Hanya konsep mithos/legendanya sedikit berbeda. Masyarakat Luwu, Bone, dan Gowa pada umumnya beranggapan bahwa daerah Sulawesi Selatan pada masa pra sejarah, penduduknya diperintah oleh makhluk “TO MANURUNG” (orang yang turun), yaitu manusia luar biasa yang turun dari kayangan lalu memerintah di bumi. Dialah yang melahirkan tokoh legendaris Sawerigading, yang kemudian keturunannya itulah membentuk dan memerintah kerajaan-kerajaan Bugis Makassar sampai masuknya Agama Islam di Sulawesi Selatan pada abad ke-17. Kepercayaan ini hampir sama dengan Folklore (cerita rakyat) tentang To Manurung di Tolitoli Sulawesi Tengah.

Alkisah, Tanah Tolitoli dahulu kala dihuni oleh suku Tolitoli sebagai penduduk asli. Mereka dipimpin oleh seorang yang dipilih dari komunitas masyarakat itu sendiri sebagai Ketua Kelompok. Tapi selama dalam kepemimpinannya dinilai kurang progresif sehingga tidak ada kemajuan yang nampak. Rasanya mereka ingin mencari/memilih seorang sosok yang dapat membawa perubahan ke arah kemajuan dan kesejahteraan, namun tidak ada juga figur yang memiliki tipe pemimpin dari kalangan mereka yang dapat ditokohkan.

Adalah suatu kejadian yang luar biasa ketika berburu rusa di hutan-hutan. Mereka dikagetkan dengan adanya seorang lelaki di Rumpun Bambu Mas. Untuk mengantar dan melaporkan kepada ketua kelompok orang yang tidak diketahui asal usulnya itu, mereka membikinkan keranda yang terbuat dari Bambu Mas (Awo Lagading) lalu orang aneh itu diusung ke rumah ketua kelompok sebagai tanda penghormatan. Dan oleh ketua kelompok, To Manurung itu diperkenankan untuk tinggal dan bergaul bersama mereka.

Sebagaimana lazimnya, suku Tolitoli gemar berburu rusa, maka pada suatu kesempatan, putra yang ditemukan di rumpun bambu tadi minta ikut serta berburu rusa. Sementara dalam pengejaran seekor rusa, tiba-tiba anjing pemburu mereka menggonggong dengan sangat kerasnya di bawah pohon langsat tepi telaga.

Setelah diamati apa gerangan yang membuat anjing menggonggong sekeras itu, akhirnya ditemukan bahwa rupanya di air telaga itu ada bayangan manusia. Serta merta mereka menengok ke atas, ternyata memang ada seorang manusia berjenis kelamin wanita duduk di dahan pohon langsat. Mereka pada kaget dan terdiam keheranan.

Melihat keajaiban itu, Putra Bambu Mas tadi berseru, “Wahai putri cantik! Sekiranya tidak keberatan kalau saya mempersunting kamu, maka turunlah kemari” Mendengar seruan tersebut, tanpa sepatah kata pun, putri itu langsung turun dari pohon langsat.

Dari kejadian itu, mereka segera pulang ke pusat perkampungan bersama Putri Langsat untuk melaporkan pada ketua kelompok. Akhirnya, atas restu ketua kelompok, kedua insan aneh bin ajaib itu dikawinkan dan disaksikan oleh segenap anggota masyarakat setempat.

Berselang beberapa saat kemudian atas usulan warga masyarakat, Ketua Kelompok selaku pemimpin tertinggi di kalangan suku Tolitoli secara sukarela menyerahkan kekuasaannya kepada pasangan Putra Bambu Mas dengan Putri Langsat. Sejak itulah dianggap terbentuknya KERAJAAN TOLITOLI yang dipimpin oleh To Manurung dengan gelar panggilan “DATU AMAS”.

Datu Amas dan turunannya sempat memerintah Kerajaan Tolitoli beberapa priode sampai masuknya penjajahan Belanda di Tolitoli tahun1915, yang sampai sekarang masih dikenal dan diakui sebagai turunan bangsawan Raja di Tolitoli. Hanya saja karena keturunan To Manurung itu tidak banyak yang terjun di bidang Pendidikan Tinggi sehingga kurang yang menempati posisi strategis di pemerintahan Kabupaten Buol Tolitoli baik di eksekutif maupun di legislatif.

Demikian kissah yang dituturkan secara lisan oleh Haji Mochsen Abd. Rahim, mantan Kepala Distrik Tolitoli tahun 1948-1964 ketika penulis mengumpulkan data/informasi untuk penulisan skripsi dengan judul “Masuknya Islam dan Perkembangannya di Kabupaten Buol Tolitoli” tahun 1980. (Mohon koreksi dari pembaca). (Palu, 1 Oktober 2007)

7 komentar:

  1. bagus sekali, cuma mau sdkt memberi koreksi bahwa sebutan di tolitoli adalah tau manurung. kedua, ditemukannya Tau olrisan bulraan atw bambu emas itu bukanlah melalu perburuan melainkan perambahan hutan untuk perluasan wilayah pemukiman dan pd upaya sampai lah warga pd serumpun bambu emas nah dsini lah sang putra bambu emas itu menyatakan diri, dan sebagi perjanjian pemimpin kelompok akan memberikan semua kekuasaanx atas tanah tolitoli kepada putra bambu emas asalkan dia manusia lalu bersedia keluar. ketiga, upaya menurunkan sang putri langsat tdk ada bahasa mempersunting, krn itu melibatkan sejenis Ue saka atau orang galang. demikian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya Jadi pusing dgn komentar semuanya.. ini yg membuat para pemuda generasi penerus masih ling lung unruk mempercayai prasejarah kita karena cerita raktat berbeda.

      Hapus
  2. Tidak ada bukti dari cerita tersebut,...sudah kah melihat makam di gunung galang 1 dan 2,...

    BalasHapus
  3. Awalnya sih percaya dari cerita2 masyarakat, namun setelah membaca artikel2 terpercaya ternyata tidak ada bukti kalau datu amas itu raja tolitoli.

    BalasHapus
  4. Datu Amas dan Bantilan sebagai Raja Tolitoli memang tidak punya bukti autentik, hanya berdasarkan cerita rakyat...

    BalasHapus
  5. Datu Amas dan Bantilan sebagai Raja Tolitoli memang tidak punya bukti autentik, hanya berdasarkan cerita rakyat...

    BalasHapus