Jumat, 01 Agustus 2014

Hikmah Halal Bi Halal

Pertama-tama marilah kita pasrahkan syukur kehadirat Allah SWT atas umur yang dipinjamkan kepada kita semua sehingga kita masih sempat hidup sampai bulan Ramadhan 1403 Hijeriah/1983 Miladiah, disusul dengan berlebaran Idul Fitri, dan terakhir masih dapat dipertemukan di acara silaturrahmi pada malam ini, 3 Syawal 1403. Selawat dan Taslim kita kirimkam keharibaan Nabi kita Muhammad, Rasulullah SAW pembawa agama yang lengkap dan sempurna untuk seluruh alam. Selanjutnya, terima kasih saya ucapkan kepada warga ortom Aisyiah dan Nasyiatul Aisyiah Soni atas kepercayaan dan amanah yang diberikan untuk membawakan Hikmah Perayaan Silatur Rahmi ini.

Hadirin wal Hadirat yang saya hormati!

Barangkali ada diantara kita yang bertanya, apakah dasar hukumnya daripada pelaksanaan perayaan Halal bi Halal atau Silatur Rahmi seperti ini. Apakah ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist? Tidak ! Tidak ada dalam Al-Qur’an, dan tidak pula pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad dan sahabat-sahabatnya. Kalau begitu, kapan perayaan semacam ini dimulai, dan apakah hukumnya Bid'ah?

Hadirin para undangan dan pengunjung yang saya hormati!

Pelaksanaan acara Halal bi Halal seperti ini bermula di Jawa pada tahun 1960-an, baru sekitar 20 tahun yang lalu. Adapun tujuan dan latar belakangnya ialah untuk mengatasi kelompok-kelompok Islam yang mengadakan acara-acara yang sifatnya membawa dosa karena mereka berpestapora sebagai tanda kegembiraan atas selesainya berpuasa Ramadhan. Hanya karena dalam acaranya, banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam. Kadang-kadang diisi dengan Disko, Dansa-dansi, minum-minuman keras yang memabukkan dan lain-lain yang tidak sesuai dengan suasana lebaran Idul Fitri. Melihat kegiatan seperti itu, maka sekelompok Islam lainnya menamai acara mereka dengan Haram bil Haram. Dalam suasana seperti itu, lalu kelompok Islam yang kedua ini mengadakan saingan, mereka melaksanakan suatu acaara yang sifatnya ramah tamah penuh rasa kekeluargaan. Acara seperti ini kemudian mereka namakan “Halal bil Halal” Khusus di desa Soni ini, acara Halal bi Halal dilaksanakan untuk pertama kalinya pada bulan Syawal tahun 1966, sebagai pembawa inti sari dan hikmahnya ialah almarhum Drs. M. Husain La Ewang.

Hadirin, Itulah sejarah singkat timbulnya istilah perayaan “Halal bil Halal” yang sampai sekarang telah membudaya dan memasyarakat di seluruh pelosok tanah air Indonesia, termasuk di masyarakat desa Soni Dampal Selatan. Perkembangan selanjutnya, ialah tidak lagi banyak digunakan istilah Halal bi Halal, tetapi diganti dengan sebutan “Silatur Rahmi” yang artinya “Hubungan Kasih Sayang”.

Berbicara tentang status hukum perayaan seperti ini, adalah “Mubah”dan bukan “Bid’ah” dengan tujuan sebagai suatu usaha yang sangat bagus dalam rangka menyebarluaskan Syiar Islam di tengah-tengah masyarakat, demikian juga merupakan kesempatan yang sangat efektif dan efisien untuk saling mema’afkan dan bersalam-salaman diantara kita semua, .... sehingga kesempatan berkunjung berziarah kerumah keluarga/kerabat dan teman-teman, tidak perlu lagi menggunakan waktu yang banyak, cukup menggunakan waktu dan tempat seperti pada malam ini.

Bapak-bapak, Ibu-ibu, Sdr/i, para pengunjung yang saya hormati!

Alhamdulillah, . . . selesailah sudah kita melaksanakan puasa Ramadhan ditandai dengan beshalat Idul Fitri. Puasa yang kita laksanakan itu tentunya dengan dorongan Iman kepada Allah SWT. Karena memang Iman merupakan syarat mutlak diwajibkannya orang berpuasa dalam rangka mencapai derajat “Muttaqien”. Tanpa iman dalam dada, mustahil kita akan berpuasa secara baik dan khusu’.

Rasulullah SAW menyebutkan bahwa iman itu adalah telanjang, tidak berselubung dan tidak berpakaian. Dan pakaiannya ialah “Taqwa”. Dengan demikian, pelaksanaan ibadah puasa untuk mencapai taqwa ‘La’allakum Tattaqun’ adalah bagaikan menenun pakaian untuk menutupi dan menghiasi iman yang kita miliki. Kalau tubuh jasmani,... angota badan kita memerlukan pakaian dan perhiasan, maka lebih-lebih lagi iman dan rohani kita perlu pakaian. Kalau pakaian jasmani banyak corak dan modelnya, maka pakaian rohani hanya satu model yaitu Taqwa yang diwarnai dengan amal perbuatan yang baik. Kalau pakaian jasmani harus disesuaikan dengan situasi kondisi, maka pakaian ronani keimanan tidak memilih waktu dan tempat. Pakaian taqwa harus selalu dipasang dan dikenakan, kapan dan dimana saja kita berada, Di rumah, di masjid, di kebun, di laut, di pasar, di kantor dan tempat-tempat lain, taqwa kepada Allah SWT harus tetap bersama kita. “Ittaqullaha haisuma kunta” Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kau berada.

Taqwa sebagai pakaian,... telah ditegaskan dalam surah Al-A’raf, ayat 26 “Wahai putra putri Adam, Sesungguhnya kami telah menciptakan untukmu pakaian yang menutupi aurat (yang kasar dan yang halus) dan sesungguhnya pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, supaya kamu selalu ingat”

Hadirin kaum Muslimin yang di Rahmati Allah SWT

Salah seorang Tabi’in dan juga seorang Sufi yang bernama Hasan Basry, menggambarkan bagaimana taqwa dapat membentuk dan membina pribadi seorang muslimin, beliau berkata: apabila taqwa telah bersemi dan tertanam dalam dada manusia, maka akan kuatlah keyakinan, teguh dan bijaksana, senantiasa berhias walaupun miskin, selalu cermat dan hemat wlaupun kaya, murah hati dan ringan tangan. Tidak suka mengejek dan menghina. Tidak menghabiskan waktu dalam perbuatan sia-sia, tidak bercakap yang tidak bermanfaat, tidak menuntut/tidak mengambil yang bukan haknya, tidak menahan hak orang lain, tutur katanya melipurlara, sabarnya alamat ketabahan, diamnya pertanda tafakur, pandangannya alamat i’tibar. Ia diam supaya selamat, bila berbicara memberi manfaat, bila berhasil dan beruntung ia bersyukur, kalau bersalah ia istigfar, kalau ditegur ia senang dan menyesal, dan kalau dicaci maki ia tersenyum.

Hadirin, Inilah antara lain untalan benang pakaian taqwa, inilah benang-benang yang kita pintal, yang kita tenun untuk menghiasi iman kita. Khusus tenunan benang taqwa yang kita pintal selama sebulan Ramadhan yang baru lalu, hendaknya kita jaga baik-baik, kita harus pelihara, jangan sampai terurai sehingga kusut berantakan disebabkan oleh kita sendiri. Janganlah hendaknya kita beranggapan bahwa bulan Ramadhan telah berangkat lantas kita semaugue, sesuka hati berbuat dosa dan pelanggaran-pelanggaran agama. Pembiasaan dan latihan-latihan yang kita lakukan selama di bulan suci Ramadhan, kiranya kita hayati, kita tetap amalkan dan semakin kita tingkatkan.

Sining umma selleng engkae hadere !

Uleng ramalang labeni mpelaiki, tarakkani tellu ngesso labe’e. Uleng ramalang yanaritu uleng latihan pabbiasai alewe pugau amala, jamang-jamang makessing makkeguna nennia pabbiasai alewe tettangngi , mabelai pole risininna gau-gau iya ri appesangkangnge. De’ makkeda anu haramngemi ri appesangkang pugau ri uleng ramalang, tapi amu anu hallalae ri appesangkatto, padapadanna manre minungnge ri essona ramalang. Narekko engkaki mullei pattettei niniriwi sining-sining iya ri appesangkangnge nennia pugaui iya ri apparentangnge gangkanna pannennungengngi ri saliwenna uleng ramalang, majeppu engkaniritu berhasil, papole wassele pole ri puasata, nennia engkatoniritu muttama ri lalenna golongan Muttaqin yanaritu golongan ri tarima matterru muttama ri lales suruga iya najjanjiangnge Puang Alla Taala ri ahera’ matti. Nari makkuannanaro ajakki engka pahangngi, makkatenniwi makkadae, labenni ulen ramalan, rewesiki pugaui gau ri poji-pojie sibawa de’ naripadoli hallala hallulu’ de’ nari pasilaingi passurong yarega pappesangka agama. Narekko mappakkuroi pahatta nennia sifa’e, mabbettuangngi makkedae de’pa to berhasil pole ri latihan-latihan ri ulen ramalan, nennia de’ topa tu mattama ri golonganna muttaqinnge.

Hadirin Hadirat yang berbahagia

Dengan berakhirnya bulan Ramadhan, berarti hari kemenangan bagi orang-orang yang berpuasa secara ikhlas dan khusu’ dan sekaligus hari bertekuk lututnya Syaithan-penggoda, yang ingin merendahkan martabat kita manusia, tetapi dibalik daripada itu, perlu diketahui, godaan pasti akan selalu datang silih berganti, karena syaithan, iblis yang kalah dan bertekuk lutut itu, tidak rela dengan kekalahannya, tidak berhenti hanya sampai disitu. Ia akan datang dari semua jurusan untuk menggoda dan merayu kita’ Selama mata masih dapat melihat, kaki masih dapat berjalan, tangan masih dapat menggenggam dan jantung masih berdenyut, ujian dan godaan pasti akan datang bertubi-tubi menemui kita.

Kalau dalam masyarakat, kita menjumpai lambaian-lambaian syaithan, kita mendengar bisikan-bisikan Iblis merayu untuk melakukan perbuatan haram, maka yakinlah bahwa semua itu tiada lain kecuali aneka ragam pengaruh yang menghambat kita menuju keredhaan Allah SWT.

Dalam Surah Al-A’raf ayat 16-17 ditegaskan yang artinya “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat (kata syaithan kepada Allah), maka saya akan menghalang-halangi mereka jalan yang lurus, kemudian aku akan datangi mereka dengan tipu dayaku, dari depan dan da ri belakang, dari kanan dan dari kiri mereka, sehingga kamu tidak akan mendapati mereka bersyukur” (Q.S. Al-A’raf : 16-17).

Itulah sekelumit gambaran ujian dan godaan syaithan/iblis kepada kita manusia. Semuanya pasti akan terjebak dan terpengaruh, kecuali orang yang kuat iman taqwanya kepada Allah serta ikhlas dalam beramal. Iman, taqwa dan amal shaleh merupakan modal dan bekal kita, Tidak ada kebahagiaan dan ketentraman hidup tanpa iman dan taqwa kepada Allah SWT.

Bapak/ Ibu sdr/i para pengunjung yang saya hormati!

Bulan suci Ramadhan telah pergi meninggalkan kita, yang ditandai dengan berlebaran Idul Fitri, hari kembalinya kita kepada kesucian fitrah rohani kita, wajah-wajah kita yang nampak berseri-seri pada malam hari ini, kiranya wajah dan dada-dada yang bersedia memberi dan menerima salaman dan maaf diantara kita. Mari kita menghubungkan kembali silatur Rahmi dan kasih sayang diantara kita, yang barangkali masih merasakan bekas-bekas luka dan sakit hati karena suatu persoalan, dan perselisihan.

Kepada seluruh jamaah muslimin / muslimat di kampung Soni ini, laki wanita, tua atau muda pasti, atau pernah tejadi percekcokan, perbantahan dan kesalahfahaman diantara kita, diantara keluarga, diantara tetangga, apakah karena persoalan tanah perkebunan, persawahan, tanah pekarangan, persoalan ternak atau persoalan apa saja, sehingga terjadi antipati, kebencian, sentimen dan rasa dendam. Untuk itu, melalui tempat ini, melalui perayaan Halal bil Halall/Silatur Rahmi ini, kami menghimbau, kami mengajak dan kami menggugah pintu hati Bapak-bapak, Ibu-ibu, Sdr(i) yang mempunyai persoalan. Kiranya pada suasana lebaran, suasana Idul Fitri ini, marilah kita menyelesaikan masalah dan persoalan itu, menyelesaikan dengan bermaaf-maafan dan bersalam-salaman dengan penuh rasa kekeluargaan.

Hadirin / Hadirat,

Memang pada prinsipnya, semua orang tidak ada yang mau mengaku bahwa ia yang bersalah dalam suatu persoalan, malah semuanya mengaku bahwa dirinyalah yang berada dipihak yang benar, sehingga sama-sama bertahan, dan tidak ada yang mau memulai meminta maaf.

Hadirin! Dalam hal ini ajaran agama kita, agama Islam, memberikan petunjuk dan tuntunan, yaitu, yang muda harus terlebih dahulu meminta maaf kepada yang lebih tua umurnya, misalnya anak minta maaf kepada ibu bapaknya, isteri kepada suaminya, menantu kepada mertuanya, murid kepada gurunya, dan seterusnya, dan seterusnya, yang lebih muda kepada yang lebih tua,....namun, tidak menutup kemungkinan dan tidak menutup jalan, yang lebih tua mengulurkan tangan kepada yang lebih muda usianya, yang penting siapa yang duluan muncul kesadarannya.

Kalau terjadi demikian, orang yang mengulurkan tangannya meminta maaf kepada kita, maka wajib hukumnya kita terima dengan lapang dada dan dengan tangan yang terbuka pula. Karena apabila kita memaafkan dia, maka dosa kita jadi dobel, yaitu dosa kepada Allah dan dosa kepada orang itu sendiri.


Dosa kepada Allah, tidak akan diampuni apabila tidak dengan “Taubat Nasuhah” yaitu taubat dengan rintihan, penuh penyesalan dan berjanji tidak akan mengulangi lagi kelakuannya seperti itu. Hadirin! Harus disadari bahwa perbuatan menolak permohonan maaf seseorang adalah sangat tercela, dan dimurkai oleh Allah SWT dan Rasul Nya SAW.

Kita harus tahu bahwa orang datang meminta maaf itu, sungguh sangat berat, barangkali lebih berat daripada mendaki gunung yang tinggi. Betapa tidak! Ia diliputi rasa malu dan segan, serta dihantui, dibayang-bayangi oleh rasa ragu-ragu, adakah diterima baik atau ditolak secara kasar. Tetapi karena dengan kesadaran dan ingin selamat dari siksaan Allah, maka semuanya itu tidak diperdulikan, dan harus mengul urkan tangan minta maaf secara ikhlas karena Allah semata.

Hadirin /Hadirat

Juga perlu diketahui bahwa rasa benci, sentimen dan rasa dendam mempunyai banyak bahaya dan efek samping yang merugikan, antara lain secara psysiologis atau ilmu kejiwaan membahayakan jasmani kita, gampang kena berbagai penyakit, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit jantung, pemikiran bisa jadi tidak sehat karena selalu berpikir mau membalas dan mencelakakan orang itu. Rasa benci, iri dan dendam itu sangat mengganggu dalam hidup bermasyarakat. Hubungan muamalah dan kerjasama yang baik tidak dapat tercipta, bahkan sewaktu-waktu akan bentrok di yang heran, mencari dan bertanya tentang amalnya selamanya hidup di dunia, . . . mereka tidak mendapatkan pahala dari amal shalehnya disebabkan oleh karena ada sangkutan dosanya terhadap sesama manusia, dan tidak diselesaikan sebelum meninggal dunia.

Hadirin kaum Muslimin yang saya hormati,

Bertolak dari semuanya itu, . . .marilah kita mengambil kesempatan, menggunakan suasana lebaran Idul Fitri ini untuk memulai suasana hidup baru, kembali kepada fitrah kesucian kita. Kita sudah telah keluar dari dari bulan suci Ramadhan adalah dalam keadaan suci bersih dari dosa kepada Allah SWT. Dan sekarang, malam ini, marilah pula kita sempurnakan, kita tambah suci lagi diri kita dengan meminta maaf dan bersalam-salaman kepada sesama manusia, sesama ummat Islam.

Kalau bukan kesempatan seperti sekarang, apalah artinya Hari Raya Lebaran Idul Fitri, apalah artinya perayaan Silatur Rahmi ini, dan apalah gunanya kita menghadiri acara ini. Kalau bukan suasana seperti ini, kapan lagi kita akan bersalammengulurkan tangan, berjabat tangan. Jika saat ini dirasa berat, maka lebih berat lagi dihari-hari di luar suasana lebaran. Jangan malu, jangan segan, semua makhluk Allah turut bergembira kecuali Iblis apabila kita saling maaf dan bersalam-salaman, sebaliknya, hanya syethan dan iblis yang beruntung dan bergembira apabila kita bertolak belakang dan bermusuhan, sedangkan bagi kita, tidak ada keuntungan sedikitpun yang diperoleh daripada pereselisihan dan permusuhan itu.

Permintaan maaf ini jangan ditunda-tunda, jangan ditahan-tahan lagi, karena tidak ada jaminan kita masih hidup smpai Hari Raya Idul Fitri yang akan datang. Apa bila ajal sudah sampai, maka tidak memilih bulu, tua atau muda sama saja, kita harus masuk kubur. Alangkah celakanya kita bila mati sebelum bermaaf-maafan dan menghubungkan hubungan silatur rahmi diantara kita di dunia ini.

Sining umma selleng engkae hadere,

Iyahe wennie . . . iyahe wettue pura allepperengnge kesempatan siseng majama’-jama’ . . . siaddampeng-dampengeng ripallawangetta maneng. Ajakamma puraki sisala-sala, puraki si cekke-cekke ati massumpulolo, mabbalibola. De’na gaga wettu kaminang makessing, kaminang maringeng, sangadinna wettu-wettu pura malleppe taue, wettu assiarangeng pada-padanna iyahe wennie, iyahe wettue. Narekko mawerre’i tasedding millau addampeng makkukkuae, majeppu lebbi mawerrepi ri wettu laingnge.

Hadirin / Hadirat, Ajakki tamasiri’-siri’, aja ritahan-tahan, ajatona naritaro-taro gangka taun paimeng, nasaba de’ nirisseng pattentui makkedae narapi mopiga tauppaimeng yare’ga na de’na, nasaba amatengnge de’nappile umuru. Siaga egana tau matowa umuru’na namonro mopa namaloloe umuru’na mate, Asolangeppa narekko ritahan-tahan mopi makkedae tau paemeppi millau addampeng naluru pole ajjalengnge, mateki riolona allepperengnge taun mangngoloe, Naudzu billah min dzalik.

Bapak-bapak/Ibu-ibu/Sdr(i) para pengunjung yang saya hormati,

Akhirnya, marilah kita berusaha dan berdoa kepada Allah Azza wa jalla, semoga kita senantiasa diliputi suasana salam, suasana kedamaian dan ketentraman serta keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.

Ya, Allah, Engkaulah salam, dari Engkaulah salam, kepada Engkaulah semuanya kembali salam, hidupkanlah kami ya Allah dengan salam, masukkanlah kami kedalam sorgamu Darus Salam, Amat suci Engkau ya Allah, maha mulia engkau ya zal jakali wal ikram. Ya Allah, berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat serta jauhkanlah kami dari siksaan api neraka, Amien ya Rabbal Alamin.

Sekian dan terima kasih, kurang lebihnya mohon di maafkan, Wassalamu Alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh. (Soni, 3 Syawal 1403 H / 14 Juli 1983 M / Hasan La Ewang)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar